Sehat...
Ooh... alangkah mahal hargamu.
Itu rintihan saat kita sedang terbaring sakit.
Tiba-tiba saja kita merindukan kata sehat.
Sebelumnya, kesehatan itu kita sia-siakan dengan menuruti pola hidup
berantakan.
Kebutuhan tinggi terhadap sehat memopulerkan
profesi tabib, dukun, perawat, bidan, dokter, ahli altetrnatif, dan sebagainya.
Saat sembuh kita menghaturkan ribuan terima kasih pada mereka.
Tak lupa kita membalas jasanya dengan sejumlah
uang (yang sering kali berjumlah lumayan besar).
Kita berlaku demikian luhur berhubung merasa
telah diberi sehat oleh mereka.
Namun kita acap kali lupa bersyukur tatkala
Allah memberikan kesehatan begitu lama secara cuma-cuma.
Sejatinya dokter dan berbagai profesi
sejenisnya tak kuasa secuil pun memberi kesembuhan dan kesehatan.
Apapun kehebatannya, mereka tak sanggup
menyehatkan pasien.
Mereka hanya punya kuasa usaha mengobati.
Sedangkan sehat tetap saja nikmat anugerah dari Allah SWT yang tiada terkira
harganya.
Allah tak pernah managih bayaran apapun.
Malahan melalui utusan-Nya, Allah berpesan agar kita memakai kesehatan itu
dengan semestiya.
Sebab itulah dalam wasiatnya Rasul Saw.
mengingatkan, “Manfaatkanlah waktu sehatmu sebelum sakit itu tiba.”
Sehat berbeda dengan afiat, karena kata wal
berarti ‘dan’ adalah kata penghubung yang sekaligus menunjukkan adanya
perbedaan antara sehat dengan afiat.
Ahli tafsir kenamaan Habib Quraish Shihab
menyatakan bahwa kata afiat diartikan sebagai perlindungan Allah untuk
hamba-Nya dari segala macam bencana dan tipu daya. Maka kata afiat dapat
diartikan sebagai berfungsinya anggota tubuh manusia sesuai dengan tujuan
penciptaannya.
Sedangkan sehat diartikan sebagai keadaan baik
bagi segenap anggota badan.
Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa mata yang
sehat adalah mata yang dapat melihat maupun membaca tanpa menggunakan kacamata.
Tetapi, mata yang afiat adalah yang dapat
melihat dan membaca objek-objek yang bermanfaat serta mengalihkan pandangan
dari objek-objek yang terlarang, karena itulah fungsi yang diharapkan dari
penciptaan mata.
Ada pepatah Latin yang rajin kita hafal ketika
masih sekolah berseragam merah putih, "men sana in corpore sano".
Maksudnya, di dalam tubuh yang sehat terdapat
jiwa yang sehat pula.
Naumn pepatah ini sering tak selaras dengan
kenyataan.
Orang yang sehat tubuh, justru jiwanya sakit
parah, Meskipun tidak gila dalam arti tidak waras, jiwa yang sakit itu
tercermin dari berbagai sifat buruk yang dilahirkannya.
Nah, yang lebih baik justru semboyan sehat wal
afiat.
Sebab pemaknaannya lebih luas, meliputi aspek
kesehatan lahir-batin.
Jadi, cukup mulia doa yang sering kita tulis di
hampir setiap awal paragrap surat atau awal sms: “semoga saudara selalu dalam
keadaan sehat wal afiat.”
Kita mendoakan agar tubuhnya yang segar bugar
itu juga bisa dipakai untuk tujuan yang menyehatkan batin.
Lebih lanjut, kesehatan batin menyokong
terwujudnya kesehatan perilaku social.
Orang yang sehat badan tapi sakit batin, dia
akan merusak lingkungan sekitarnya.
Orang yang sakit tubuhnya tapi sehat batinnya
juga susah membantu orang lain, sebab sudah direpotkan oleh penyakit yang
bercokol di tubuhnya sendiri.
Baiknya kita perhatikan rumusan kesehatan MUI
dalam Musyawarah Nasional Ulama tahun 1983 yang merumuskan kesehatan sebagai
ketahanan jasmaniah, ruhaniah dan social yang dimiliki manusia. Karunia Alah
ini wajib disyukuri dengan mengamalkan tuntunan-Nya dan memelihara serta
mengembangkannya.
Oleh sebab itu, selain kesehatan jasmani
termasuk juga kesehatan batin saat kita saling mendoakan agar selalu sehat wal
afiat.
Aamiin……
Mugi
kita sedaya pinaringan SEHAT WAL AFIAT..Aamiin….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar