1. Guru pondok tanpa
gaji tetap ngajar cari Ridho Allah dan ridho kyai.
Dosen akhlak dan
tasawwuf mengajar bab zuhud tapi kalau gak digaji gak bakal berangkat. Trus
ikhlasnya di mana?
2. Kyai setiap
sholat malam mendoakan santri, santrinya setiap ngaji kirim fatihah ke kyai.
Guru sekolah gak
pernah nirakati murid, muridnya juga gak pernah membacakan fatehah untuk guru.
Terus barokah dari mana.
3. Guru pondok punya
kyai, kyainya punya kyai, kyainya kyai punya guru sampai sambung dengan
Rosulullah Saw.
Dosen tafsir di
kampus ada yang nasrani, Bahkan banyak profesor yang hafidz Quran di Harvard
Univ agamanya Yahudi.
Jadi kuliah tafsir
sanadnya bisa sampai ke dosen yahudi.
4. Kyai di pondok tidak hanya mengajar kitab, tapi beliau adalah
gambaran dari isi kitab itu. Santri bisa meniru akhlak kyai, zuhud, sabar dan
wara’nya kyai. Sekolah dan kuliah itu gurunya cuma ngajar. Bahan materinya bisa
copy paste dari google atau buku. Lah yang nulis di internet dan di buku itu
belum tentu orang sholih. Belum tentu rajin bangun malam.
5. Belajar di pondok tidak banyak kecampuran maksiat. Santri putra
kelasnya dipisah dengan santri putri. Kalau pun jadi satu pasti dipisah tabir. Lah
di kampus belajar mata kuliah tasawwuf pas bab khouf tapi campur aduk laki
perempuan. Ngetik makalah bab khouf dan roja sambil chatingan sama pacar. Ilmu
itu nur (cahaya) sedangkan maksiat itu dhulm (gelap)
Cahaya tidak akan bisa dicampur dengan kegelapan.
Oleh². dari Haul Pondok
Langitan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar