Siapa pun bisa jadi ustadz, apakah dia
pelawak, artis sinetron, motivator, mantan napi, muallaf, guru TPA, penyanyi
dangdut dst.
Asalkan si pembawa acara (mc) menyebut
namanya pakai gelar ustadz, ya jadilah dia ustadz.
So, lobang hidung kita tidak perlu
melebar dulu kalau baru sekedar dipanggil ustadz. Siapa saja bisa jadi ustadz
kok.
Yang sulit dan harus ada referensinya itu
adalah gelar ulama. Setidaknya atau salah satu tolok ukurnya adalah latar
belakang pendidikan resminya yang akan bicara.
Pak ustadz dulu kuliah S1, S2 atau S3-nya
ambil bidang apa? Kampusnya apa? Selesai apa nggak? Apa judul karya tulis
ilmiyahnya?
Meski keulamaan bukan semata gelar
akademik, tapi setidaknya ada kaitannya.
Bicara hadits doaf-doif, tapi belum
pernah duduk di bangku kuliah fakultas hadits? Hmm kayak ada yang janggal, kan?
Bicara halal haram, tapi belum pernah
duduk di bangku fakultas syariah? Wah, rada aneh juga.
Bicara tafsir ayat ini begini ayar itu
begitu, tapi belum pernah duduk di bangku kuliah fakultas Ilmu Al-Quran? Hhh
lucu aja.
Bedah perut ibu hamil, tapi belum pernah
kuliah kedokteran, ya masuk penjara lah.
Kalau sekedar jadi ustadz, silahkan saja.
Tapi kok ngaku ulama, ya nanti dulu. Kalau ngaku sbg dukun atau pengobatan
alternatif, silahkan saja. Asal jangan ngaku sbg dokter spesialis. Itu kriminal
bab penipuan.
Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar