DAFTAR
ISI
• Mukadimah….........................
• PASAL
I
Sunah
dan Bid’ah…................
• PASAL II
Masyarakat
Nusantara Berpegang Pada Madzhab Ahlussu-nah Wal Jama’ah. Munculnya Berbagai
Bid’ah di Nusantara & Macam-Macam Ahli Bid’ah Masa
Kini.......................
• PASAL
III
Khithah
Kaum Salaf Shaleh & Penjelasan Tentang Sawadul A’dzam di Masa Sekarang
& Pentingnya Menganut Salah Satu Empat Madzhab…...................................................
• PASAL
IV
Wajib
Taqlid Bagi Orang yang Tidak Mampu Ijtihad........
• PASAL
V
Berhati-hati
Dalam Mengambil Ilmu Agama, dan Berhati- hati Terhadap Fitnah Ahli Bid’ah &
Orang-orang Munafiq, Serta Para Imam yang Menyesatkan…...........................
• PASAL
VI
Hadits
dan Atsar Tentang dicabutnya Ilmu, dan Mewa- bahnya Kebodohan, dan Peringatan
Nabi, Bahwa Akhir Zaman Adalah Banyak Kejelekan, dan Mengenai Umatnya yang Akan
Mengikuti Bid’ah, serta
Keberadaan Agama yang Hanya Dipegang
oleh Segelintir Orang...................
• PASAL
VII
Dosa
Orang yang Mengajak Pada Kesesatan atau
Orang yang Memberi Contoh yang Buruk.................................
• PASAL
VIII
Terpecahnya
Umat Islam Menjadi Tujuh Puluh Tiga Golon- gan, Menjelaskan Teologi Kelompok
Sesat, & Golongan yang Selamat Yaitu Ahlussunah wal
Jama’ah..................
• PASAL
IX
Tanda–Tanda
Hari Kiamat…...........................................
• PASAL X
Orang
yang Meninggal Dunia Mampu Mendengar, Berbi- cara, & Mengetahui Orang yang
Memandikan, Mengkaf- ani, & Memakamkan Jenazahnya, & Tentang Kembalinya
Ruh Kedalam Jasad Setelah Mati…................................
• PENUTUP…........................
MUQADDIMAH
بِسْمِ اللهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اَلْحَمْدُ للهِ شُكْرًا عَلَى نَوَالِهِ,
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَﺁلِهِ, وَبَعْدُ, فَهَذَا
كِتَابٌ أَوْدَعْتُ فِيْهِ شَيْئًا مِنْ حَدِيْثِ الْمَوْتَى وَأَشْرَاطِ
السَّاعَةِ, وَشَيْئًا مِنَ الْكَلَامِ عَلَى بَيَانِ السُّنَّةِ وَالْبِدْعَةِ,
وَشَيْئًا مِنَ الْأَحَادِيْثِ بِقَصْدِ النَّصِيْحَةِ, وَالَى اللهِ الْكَرِيْمِ
أَمُدُّ اَكُفَّ الْاِبْتِهَالِ, أَنْ يَنْفَعَ بِهِ نَفْسِيْ وَأَمْثَالِيْ مِنَ
الْجُهَّالِ, وَأَنْ يَجْعَلَ عَمَلِيْ خَالِصًا لِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ, إِنَّهُ
جَوَادٌ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ, وَهَذَا أَوَانُ الشُّرُوْعِ فِي الْمَقْصُوْدِ,
بِعَوْنِ الْمَلِكِ الْمَعْبُوْدِ
.
Segala
puji bagi Allah syukur atas karunianya. Shalawat serta salam semoga tercurah
kepada junjungan kita Nabi Muhammad s.a.w. dan keluarganya.
Selanjutnya,
dalam kitab ini saya muatkan sedikit hadits-hadits tentang kematian,
tanda-tanda kiamat, dan sedikit penjelasan tentang sunah dan bid’ah, dan
beberapa hadits-haditsnya, supaya bisa menjadi nasehat.
Dan
kepada Allah aku tengadahkan tanganku agar diberikan
kemanfaatan atas kitab ini untuk diriku dan orang-orang yang
sepadan denganku dari kaum awam.
Dan
semoga Allah menjadikan ilmuku ikhlas karena-Nya. Dan sesungguhnya Dia-lah yang
maha pemurah, pengasih dan penyayang.
Dan
kitab ini adalah wahana untuk memulai atas maksud tersebut di atas dengan
pertolongan Allah s.w.t. Raja yang selalu disembah.
PASAL
I
Sunah & Bid’ah
Sunah & Bid’ah
Lafadz
sunah (سنة)
ketika dibaca dlammah huruf sin dan ditasydid huruf nunnya, sebagaimana
pendapat Abu al-Baqa dalam kitab “kuliyyat”, secara bahasa adalah: suatu jalan
walaupun tidak diridlai. Dan secara syara’ adalah: jalan yang diridlai (Allah)
yang ditempuh dalam agama, yaitu yang ditempuh oleh Rasulullah s.a.w. dan yang
lainya, yang faham terhadap agama, dari kalangan para sahabat. Karena ada
hadits Rasulullah s.a.w.
عَلَيْكُمْ
بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْـخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ مِنْ بَعْدِيْ
Artinya:
Hendaklah kalian berpegang pada sunahku dan sunah Khulafa’ al-Rasyidin
setelahku.
Dan
secara urf (tradisi), sunah adalah: suatu ajaran yang diikuti secara konsisten
oleh para pengikut, baik nabi maupun wali. Dan istilah sunny adalah nisbat
kepada sunnah.
Bid’ah,
sebagaimana pendapat syeikh Zaruq dalam kitab
“Uddatul Murid”, secara syari’at adalah memperbaharui perkara dalam agama yang
menyerupai ajaran agama itu sendiri, padahal bukan bagian dari agama. Baik
bentuk maupun hakikatnya. Sebagaimana sabda Nabi s.a.w.
مَنْ أَحْدَثَ
فِيْ اَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
Artinya: Barang siapa yang
membuat-buat dalam agama kami ini (yang) bukan bagian daripadanya, maka hal
tersebut ditolak. (HR. Bukhari, Muslim)
Dan
juga sabda Nabi s.a.w.
وَكُلُّ
مُحْدَثٍ بِدْعَةٌ
Artinya:
Dan setiap hal yang
dibuat-buat (dalam agama) adalah bid’ah. (HR.
Nisa’i, Ibnu Majah).
Para
ulama telah menjelaskan bahwa pengertian kedua hadits di atas adalah
dikembalikan pada masalah hukum meyakini sesuatu (amalan) yang tidak bisa
mendekatkan diri kepada Allah, sebagai bisa mendekatkan diri kepada Allah
s.w.t. bukan mutlak semua pembaharuan (dalam agama). Karena mungkin saja
pembaharuan tersebut terdapat landasan ushulnya dalam agama, atau terdapat
contoh furui’yah-nya, maka diqiyaskanlah terhadapnya. Syeikh Zaruq berkata:
sebagai pertimbangannya adalah tiga hal berikut.
1. Supaya
diteliti perkara yang baru tersebut. Jika di dalamnya terdapat prinsip-prinsip syari’at dan ada landasan asalnya, maka bukanlah bid’ah.
Jika berbagai aspeknya (hal baru
tersebut) tidaklah demikian, maka hal tersebut
adalah perkara bathil dan sesat. Dan jika hal baru tersebut terjadi kesamaran dalilnya,
maka harus diteliti secara
seksama lalu diberi
status sesuai dengan unsur yang dominan di dalamnya.
2. Mempertimbangkan kaidah
para imam dan ulama
terdahulu dari Ahlussunah wal Jama’ah. Jika hal baru
tersebut segala aspeknya bertentangan maka ditolak. Dan jika sesuai dengan
landasan ushulnya, maka hal baru tersebut bisa diterima. Jika masih terjadi
perselisihan antara mana yang ushul dan yang furu’, maka dikembalikan pada
dalil ushul.
Ada
kaidah bahwa:
إِنَّ مَا عَمِلَ بِهِ السَّلَفُ وَتَبِعَهُمِ
الْـخَلَفُ لاَيَصِحُّ أَنِ يَكُوْنَ بِدْعَةً وَلاَ مَذْمُوْمًا, وَمَا
تَرَكُوْهُ بِكُلِّ وَجْهٍ وَاضِحٍ لاَيَصِحُّ أَنْ يَكُوْنَ سُنَّةً وَلاَ
مَحْمُوْدًا
Artinnya: Sesungguhnya
suatu amalan yang dipraktikkan oleh ulama’ salaf dan diikuti oleh ulama khalaf
tidak bisa disebut bid’ah dan tidak bisa dikatakan terela. Dan setiap sesuatu
yang ditinggalkan oleh mereka dari berbagai jalan yang jelas, tidak bisa
disebut sunah dan tidak bisa dikatakan terpuji.
Dan setiap
suatu ajaran yang hukumnya ditetapkan oleh ulama’ salaf akan tetapi tidak
pernah mereka praktikkan, maka menurut Imam Malik: adalah bid’ah. Karena mereka
tidak meninggalkan sesuatu
kecuali adalah permasalahan mengenai (amalan tersebut).
Menurut Imam
Syafi’i tidak termasuk bid’ah walaupun tidak dipraktikkan para ulama’ salaf.
Karena mungkin saja mereka tidak mempraktikkannya karena ada suatu udzur atau
karena mereka mengamalkan sesuatu yang lebih afdzal.
Para ulama juga
berbeda pendapat tentang amalan yang tidak ada dalil sunahnya, akan tetapi
tidak ada tasyabuh di dalamnya. Maka Imam Malik berkata: adalah bid’ah. Dan
menurut Imam Syafi’i tidak termasuk bid’ah, dengan bersandar pada Hadits
مَا تَرَكْتُهُ
لَكُمْ فَهُوَ عَفْوٌ
Artinya: Apa
yang Aku tinggalkan pada kalian (tanpa penjelasan), maka hal tersebut sesuatu
yang dimaafkan.
Syeikh Zaruq
berkata: berdasarkan prinsip inilah para ulama berbeda pendapat. (misalnya)
dalam masalah membuat kalangan (dzikir), dzikir dengan suara keras, (dzikir)
berjamaah, dan berdoa. Karena ada beberapa hadits yang menganjurkannya,
tetapi tidak dipraktikkan oleh
ulama’ salaf. Lalu, setiap orang yang menyetujui (perbuatan-perbuatan
tersebut) tidak bisa dikatakan bid’ah bagi penentangnya. Sebab hal itu adalah
hasil ijtihad. Setiap orang tidak bisa mengatakan bathil bagi orang yang tidak
mengikuti praktik-praktiknya. Sebab kalau tidak, maka semua umat ini akan
saling membid’ahkan (satu dengan yang lain).
Telah kita
ketahui bahwa hukum Allah yang dihasilkan dari ijtihad furu’iyah adalah sama
benarnya. Sedangkan Rasulullah bersabda:
لاَ
يُصَلِّيَنَّ أَحَدٌ الْعَصْرَ إِلاّ فِي بَنِي قُرَيْظَةَ
Artinya: Janganlah
ada seorangpun yang shalat ashar kecuali di Bani Quraidlah. (HR. Bukhari)
Dan ternyata
telah datang waktu ashar ketika mereka di tengah perjalanan. Maka sebagian
sahabat berkata, Rasulullah memerintah kita untuk bergegas dan mereka shalat di
jalan. Dan sebaian yang lain berkata,
Rasulullah memerintah kita untuk menunaikan shalat di tempat (Bani Quraidlah)
sebagai mana bunyi hadist tersebut.
Lalu mereka mengakhirkan shalat ashar. Dan ternyata
Rasulullah tidak mencela seorangpun di antara mereka.
Hadits di atas
menunjukkan atas
sahnya beribadah atas dasar tingkat pemahamannya masing-masing. Selama tidak
atas dorongan hawa nafsu.
3. Hendaklah
setiap perbuatan ditakar dengan pertimbangan hukum. Yang perinciannya ada enam,
yaitu wajib, sunah, haram, makruh, khilaf aula, dan mubah. Setiap hal yang
termasuk dalam salah satu kategori hukum di atas, berarti bisa diidentifikasi dengan status
hukum tersebut, sementara yang tidak bisa maka dianggap bid’ah. Dan banyak
ulama’ yang menggunakan metode penetapan hukum menggunakan takaran ini. Wallahu
a’lam.
Syeikh
Zaruq berkata bahwa bid’ah dibagi menjadi tiga macam:
1. Bid’ah
Sharihah
Yaitu
setiap suatu amalan yang ditetapkan tanpa landasan syar’i baik dari aspek
wajib, sunah, mubah, dan lainnya. Dan hal ini bisa memadamkan sunah dan
membathilkan yang haq. Ini adalah seburuk-buruk bid’ah walaupun misalnya,
disandarkan kepada seribu dalil ushul dan furu’, maka, hal ini tidak menjadi
pertimbagan sama sekali.
2. Bid’ah
Idhafi
Bid’ah
yang disandarkan pada praktik tertentu walaupun terbebas dari unsur bid’ah,
maka tidak boleh memperdebatkan apakah praktik tersebut tergolong sunah atau
bukan bid’ah.
3. Bid’ah
Khilafi
Yaitu
bid’ah yang memiliki dua sandaran utama yang sama-sama kuat argumentasinya. Jika
dilihat dari satu
aspek tergolong bid’ah,
tetapi dari aspek yang lain tergolong kelompok sunah. Sebagaimana contoh
dalam hal ini membuat kalangan dzikir dan dzikir berjamaah.
Berkata
al-Alamah waliyudin al-Syabsyiri dalam “Syarah al-Arba’in al-Nawawi”,
menjelaskan atas hadits Nabi s.a.w.
مَنْ أحْدَثَ
حَدَثاً أوْ آوَى مُحْدِثاً فَعَلَيْهِ لَعْنَة الله
Artinya: Barang
siapa menciptakan perkara baru (dalam agama) atau membantu orang lain
menciptakan hal baru, maka dia mendapatkan laknat Allah. (HR. Bukhari)
Yang termasuk
dalam kategori hadits tersebut di atas adalah akad fasid, berhukum kepada orang
bodoh dan dzalim dan setiap sesuatu yang tidak mencocoki syara’. Dan tidak
termasuk dalam kategori di atas adalah pembaharuan yang tidak keluar dari dalil
syara’, sebagaimana masalah ijtihadiyah,
di mana korelasinya
dengan dalil syara’ adalah dzan.
Begitu juga menulis mushaf, merumuskan madzhab-madzhab, menulis Ilmu Nahwu dan
hisab. Oleh karena
itu Syeikh Ibnu
Abdussalam
membagi bid’ah menjadi
lima kategori:
1. Bid’ah
yang wajib
Seperti
belajar Ilmu Nahwu, belajar ilmu Ghorib al-Qur’an dan sunah yang bisa membantu pemahaman
agama.
2. Bid’ah
yang Haram
Seperti Madzhab
Qadariyah, Jabariyah, dan
Mujasimah.
3.
Bid’ah yang Sunah
Seperti
membangun pesantren dan madrasah dan tiap-tiap hal baik yang belum pernah ada
di masa generasi awal.
4. Bid’ah
yang Makruh
Menghiasi
masjid secara berlebihan dan menyobek-nyobek mushaf.
5. Bid’ah
yang Mubah
Seperti
berjabat tangan setelah shalat,dan melonggarkan baju, dan lain-lain.
Begitu
juga menggunakan alat tasbih, melafadzkan niat shalat, tahlil bagi mayit,
ziarah kubur dan lain-lain bukan termasuk bid’ah. Sedangkan pertunjukan pasar
malam dan sepak bola adalah sejelek-jelek bid’ah.
PASAL
II
• Masyarakat Nusantara yang Berpegang pada
Madzhab Ahlussunah wal Jama’ah.
• Munculnya Berbagai Bid’ah di Nusantara
• Macam-macam Ahli Bid’ah Masa Kini
Umat
Islam Nusantara pada mulanya adalah satu madzhab, dan memiliki metode
pengambilan hukum yang sama. Dalam fiqih mengambil Imam Syafi’i, dalam teologi
mengambil dari Imam Abu Hasan al-Asy’ari, dan dalam Tashawuf mengambil Imam
Ghazali dan Juned al- Baghdadi.
Pada tahun
1330 H, muncul
berbagai aliran dan pendapat yang saling bertentangan. Sebagian dari
mereka terdapat kaum salaf yang berpegang pada para ulama salaf dan menganut
madzhab yang jelas, memegangi kitab-kitab mu’tabar, mencintai keluarga Nabi,
para wali, dan orang-orang shaleh dan meminta barakah kepada mereka baik ketika masih hidup
ataupun setelah meninggal, mengamalkan
ziarah kubur, talqin mayit, shadaqah kepada mayit, meyakini syafaat Nabi,
manfaat doa dan tawasul, dan lain-lain.
Ada
juga yang mengikuti pemikiran Muhammad Abduh dan Rasyid Ridla dan mengambil
pembaharuan Muhammad bin Abdul Wahab
al-Najdi, Ahmad bin
Taimiyah, Ibnu Qayim al-Jauzi,
dan Ibnu Abdul Hadi. Mereka megharamkan yang disunahkan kaum muslimin, yaitu
perjalanan ziarah ke makam Nabi s.a.w. dan selalu menyalahi pendapat kelompok
lainnya.
Berkata
Ibnu Taimiyah dalam “Fatawi” bahwa orang yang ziarah ke makam Nabi dengan meyakininya sebagai suatu ketaatan
maka hal itu adalah haram secara pasti.
Berkata
Syeikh Muhammad Bahith al- Hanafi al-Muthi’i dalam kitab “Tathhir al-Fu’ad min
danas al-I’tiqad”, bahwa kelompok ini telah banyak menguji kaum muslimin baik
salaf maupun khalaf dengan banyak fitnah, mereka sebenarnya aib dalam Islam,
dan sebagai organ Islam yang rusak dan
harus diamputasi, mereka
bagaikan orang yang terjangkit
penyakit lepra yang harus dijauhi, mereka adalah kaum yang mempermainkan agama.
Mereka menghina para
ulama salaf dan
khalaf, bahwa, menurut mereka, para ulama tersebut bukanlah orang yang
maksum sehingga tidak patut diikuti. Baik yang hidup maupun yang mati.
Mereka mencederai
kehormatan ulama dan menyebarkan
faham yang membingungkan di hadapan orang-orang bodoh
dengan tujuan membutakannya dan agar menimbulkan kerusakan di muka bumi. Mereka
berkata dusta kepada Allah dan
mengira telah melakukakan
amar makruf nahi munkar. Padahal
Allah menyaksikan mereka sebagai pembohong. Dan menurut saya mereka adalah ahli
bid’ah dan mengikuti hawa nafsu.
Berkata
Qadli Iyad dalam “al-Syifa”, mayoritas mereka melakukan kerusakan dalam hal
agama, tetapi terkadang juga dalam hal keduniaan dengan menciptakan konflik
pemikiran yang sebenarnya untuk tujuan kekayaan belaka.
Berkata al-Alamah
Mula Ali al-Qari dalam “Syarah”-nya, bahwa karena
alasan seperti inilah Allah s.w.t. mengharamkan khamr dan judi, sebagaimana
dalam firman-Nya:
إِنَّمَا
يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي
الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ
Artinya:
Sesungguhnya syetan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara
kamu lantaran (meminum) khamr dan berjudi. (QS. Al-Ma’idah: 91)
Ada
juga kelompok Rafidzah yang selalu mencela Abu Bakar dan Umar r.a. dan lainnya.
Tetapi fanatik kepada sahabat Ali bin Abi Thalib dan Ahli Bayt r.a. Berkata
Sayid Muhammad dalam kitab “Syarah
Qamus”, bahwa sebagian kaum Rafidzah
ada yang
menjadi kafir, semoga Allah
menjauhkan kita darinya.
Berkata
Qadli Iyadh dalam kitab “Syifa”, bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda:
لاَ تَتَّخِذُوْهُمْ غَرَضاً بَعْدِي, فَمَنْ
أَحَبّهُمْ فَبِحُبِّي أَحَبَّهُمْ, وَمَنْ أَبْغَضَهُمْ فَبِبُغْضِي
أَبْغَضَهُمْ, وَمَنْ آذَاهُمْ فَقَدْ آذَانِي, وَمَنْ آذَانِي فَقَدْ آذَى
اللّهَ, وَمَنْ آذَى اللّهَ يُوْشِكُ أَنْ يَأْخُذَه
Artinya:
Takutlah kepada Allah
(untuk mencela)
para sahabatku, janganlah kalian mencela sahabatku sepeninggalku. Barang siapa
mencintai mereka maka aku
mencintainya dengan sepenuh cintaku, barangsiapa
membenci mereka maka
aku akan membencinya dengan kebencianku. Barang siapa mencela mereka,
sama dengan mencelaku. Barang siapa mencelaku sama dengan mencela Allah. Barang
siapa mencela Allah maka Allah akan menyiksanya. (HR. Tirmidzi, Ahmad).
Rasulullah
juga bersabda:
لاَ تَسُبُّوا
أَصْحَابِي, فَمَنْ سَبَّهُمْ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالمَلاَئِكَةِ
وَالنَاسِ أَجْمَعِيْنَ, لاَ يَقْبَلُ اللهُ مِنْهُ صَرْفاً ولاَ عَدْلاً
Artinya:
Jangan kalian mencela para sahabatku, barang siapa mencelanya maka baginya
laknat Allah, para Malaikat dan segenap manusia, dan Allah tidak akan menerima
amal kebaikannya.
Rasulullah
juga bersabda:
لاَ تَسُبُّوا أَصْحَابِي, فإنهُ يَجِىْءُ قَوْمٌ
فِيْ آخِرِ الزَمَانِ يَسُبُّوْنَ أَصْحَابِيْ, فَلاَ تُصَلوّا عَلَيْهِمْ, وَلاَ
تُصَلَوّا مَعَهُمْ, وَلاَ تناكِحُوْهُمْ, وَلاَ تُجَالِسُوْهُمْ, وَإِنْ
مَرِضُوْا فَلاَ تَعُوْدُوْهُم
Artinya:
Janganlah kalian menghina para sahabatku. Sesungguhnya Akan ada di akhir zaman
orang-orang yang suka mencela para sahabatku. Jangan kalian menshalati mereka
ketika mati, jangan shalat bersama mereka, jangan menikahkan anak-anak kalian
dengan anak mereka, dan jangan duduk bersama mereka, dan jika mereka sakit
janganlah kalian menjenguknya.
Rasulullah
s.a.w. bersabda:
مَنْ سَبَّ
أَصْحَابِيْ فَاضْرِبُوْه
Artinya: Barang
siapa mencaci sahabatku maka pukullah dia.
Nabi
s.a.w. memberitahukan bahwa menyakiti para sahabat adalah sama halnya dengan
menyakiti Nabi itu sendiri. Dan menyakiti Nabi adalah haram hukumnya.
Rasulullah
s.a.w. bersabda:
لاَ تُؤْذُوْني
فِيْ أَصْحَابِيْ, وَمَنْ آذَاهُمْ فَقَدْ آذَانِيْ
Artinya:
Janganlah kalin menyakiti
aku (dengan)
mencaci sahabatku, barang
siapa menyakiti mereka sama
dengan menyakiti aku.
Rasulullah
s.a.w. bersabda:
لاَ تُؤْذُوْنِي
فِي عَائِشَةَ
Artinya: Janganlah
kalian menyakiti aku dengan menyakiti A’isyah.
بِضْعَةٌ
مِنِّي, يُؤْذِيْنِيْ مَا آذَاهَا
Artinya:
(Fathimah ) adalah darah dagingku, siapapun yang menyakitinya sama dengan menyakitiku.
Ada
juga kelompok Ibahiyun yang mengatakan bahwa: jika seorang hamba telah mencapai
puncak mahabbah, telah bersih hatinya dari
sifat ghaflah (lalai),
dan memilih keimanan atas kekafiran, maka ia telah
terbebas dari semua perintah dan larangan dalam agama. Dan Allah tidak akan
memasukkannya ke dalam neraka karena melakukan dosa besar. Sebagian yang
berkata: bahwa orang (sebagaimana di atas) telah terbebas dari kewajiban ibadah
dzahirah, tetapi bentuk ibadahnya adalah tafakur dan memperbaiki akhlaq bathin.
Berkata Sayid Muhammad dalam “Syarh Ihya”, bahwa keyakinan seperti ini adalah
kufur, zindiq, dan sesat. Kelompok ini telah ada sejak dahulu, mereka adalah
orang bodoh dan sesat dan tidak
memiliki pemimpin yang
cukup ilmu agamanya.
Ada
juga kelompok yang meyakini reinkarnasi
dan bahwa sengsara
dan nikmat adalah tergantung
pada bersih dan tidaknya jasad seseorang. Berkata Syihab al-Khafaji dalam
“Syarah Syifa” bahwa golongan
ini telah dikafirkan oleh para ulama karena mereka
telah berbohong kepada Allah, Rasul, dan Kitabnya.
Ada
juga kelompok yang berpendapat dengan khulul dan Ittihad. Mereka adalah orang-
orang bodoh yang mengaku-ngaku sebagai shufi. Mereka berkata: bahwa Allah
adalah wujud yang mutlak, dan yang lain pada dasarnya tidak ada. Bahkan dikatakan
“manusia adalah makhluk yang wujud.” Itu artinya wujud
manusia adalah bergantung pada wujud mutlak yaitu Allah. Berkata al-Alamah Amir
dalam “Hasyiah Abdussalam”, bahwa hal ini adalah kekafiran yang nyata. Dan
tidak ada konsep hulul dan Ittihad
sekalipun ada sebagian ulama yang mengalaminya sebagaimana yang terjadi
dalam konsep wahdatul wujud yang mengatakan
“tidak ada dalam jubah kecuali Allah”, dimaksudkan sebagai tidak ada
dalam jubah bahkan seluruh alam raya kecuali Allah (saja yang wujud).
Dalam
kitab “Lawaqih al-Anwar” ada dikatakan: bahwa kesempurnaan ma’rifat adalah
mengetahui sifat kehambaan dan sifat ke-Tuhanan. Karena seseorang yang tidak
mengakui wujud hamba adalah bukan
termasuk ahli ma’rifat. Tetapi kondisi yang ia alami
hanyalah kondisi “ketidaksadaran” yang tidak bisa diikuti.
Maka
jelaslah bahwa yang dimaksud dengan Wahdatul wujud dan Ittihad menurut golongan
tersebut bukanlah sebagaimana yang tampak. Akan tetapi sesungguhnya mereka
adalah penyembah berhala, dengan berkata: “tiadalah kami menyembahnya kecuali
supaya dekat kepada Allah
sedekat-dekatnya”. Hanya saja
meereka tidak mengatakan sesembahannya sebagai berhala. Lalu bagaimana
mungkin mereka dikatakan ahli ma’rifat.
Sesungguhnya
menfokuskan pem-bahasan terhadap kelompok ini adalah karena bahaya mereka
terhadap umat Islam lebih besar daripada kelompok kafir dan ahli bid’ah
lainnya. Karena juga umat Islam yang awam banyak mengagungkan mereka dan
mengikuti dakwahnya.
Al-Ashmu’i
meriwayatkan dari al-Khalil dari Abi Amr bin al-‘Ala’ ia berkata: bahwa
kebanyakan orang Iraq
yang zindik adalah kebodohan mereka terhadap bahasa Arab. Mereka dengan
keyakinannya tentang hulul dan Ittihad adalah kafir.
Qadli
Iyadh dalam “al-Syifa” berkata: bahwa setiap ungkapan yang jelas-jelas
menafikan sifat ketuhanan dan keesaan, adalah kafir. Sebagaimana ungkapan kaum
Dahriyah, Majusi, dan orang-orang yang menyukutukan Allah dengan menyembah
berhala, malaikat, syetan, matahari, bintang, api, dan atau seseorang selain
Allah. Begitu juga halnya dengan faham hulul dan reinkarnasi, dan
juga orang yang
mengesakan Allah tetapi menganggapnya sebagai tidak maha hidup dan tidak
azali, baru dan berbentuk fisik, atau menuduh Allah beranak dan beristri, dan
juga diperanakkan, memiliki rekanan pada masa azali, atau mengatur alam semesta
bersama sekutunya. Semua yang tersebut di atas adalah kufur secara ijma’.
Begitu
juga (kafir) orang yang me-ngaku telah duduk bersama Allah, dan mi’raj
kepadanya, berdialog dengannya atau Allah telah masuk ke jasad seseorang,
sebagai dikatakan kelompok yang mengaku-ngaku tashawuf, kelompok Kebatinan dan
kalangan Nashrani. Begitu juga kami pastikan kekafirannya atas orang yang
mengatakan langgengnya alam semesta, mengakui reinkarnasi, dan juga orang yang mengakui ketuhanan
tetapi mengingkari kenabian secara umum ataupun mengingkari Nabi
kita Muhammad s.a.w. dan begitu juga (kafir hukumnya)
orang yang mengatakan bahwa Nabi kita bukanlah Nabi yang diutus di Mekkah dulu.
Dan juga orang yang mengakui kenabian seseorang bersamaan dengan kenabian
Muhammad s.a.w. atau setelahnya. Dan juga orang yang mengaku-ngaku sebagai
nabi. Juga (kafir hukumnya) pengakuan orang-orang ekstrim dari kalangan ahli
tasawuf bahwa dia mendapatkan wahyu walaupun tidak mengaku sebagai nabi.
Dikatakan
dalam kitab “al-Anwar” bahwa dipastikan atas kekafirannya orang yang mengeluarkan ungkapan-ungkapan yang
menyesatkan umat, dan juga orang yang mengkafirkan para sahabat. Dan juga orang
yang melakukan pekerjaan yang tidak dilakukan kecuali oleh orang-orang kafir,
seperti sujud kepada salib dan api, berjalan kegereja bersama jamaah gereja,
memakai baju pastur dan lain-lain. Begitu juga orang yang mengingkari
keberadaan Mekkah, Ka’bah, dan Masjidil Haram.
PASAL
III
• Khithah Kaum Salaf Shaleh
• Penjelasan Tentang Sawadul A’dzam di Masa Sekarang
• Pentingnya Menganut Salah Satu Empat Madzhab
Apabila
anda memahami semua yang telah disebutkan di atas, bahwa kebenaran adalah apa
yang dipegang kaum salaf shaleh, merekalah yang disebut sawadul a’dzam. Mereka
mengikuti ulama Mekkah dan Madinah dan ulama’ al-Azhar yang menjadi panutan
golongan ahli haq. Jumlah mereka banyak dan tak terhitung, sebagaimana
banyaknya bintang di langit dan tersebar
di seluruh dunia.
Rasulullah
s.a.w. bersabda:
إِنَّ اللهَ
تَعَالى لاَيَجْمَعُ أُمَّتِيْ عَلَى ضَلَالَةٍ, وَيَدُ اللهِ عَلَى الْجَمَاعَةِ,
مَنْ شَذَّ شَذَّ إِلَى النَّارِ (رواه
الترمذي)
Artinya:
Sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan umatku atas kesesatan,
pertolongan Allah akan diberikan kepada jamaah, dan orang keluar dari jamaah
maka akan berada dalam neraka seorang diri. (HR. Tirmidzi)
Ibnu
Majah menambahi redaksi Hadits
فَإِذَا وَقَعَ
الإِخْتِلاَفَ فَعَلَيْكَ بِالسَّوَادِ الأَعْظَمِ مَعَ الْحَقِّ وَأَهْلِهِ
Artinya:
Jika terjadi perbedaan pendapat, hendaklah kalian berpegang kepada
al-sawadul a’dzam bersama-sama faham
yang benar dan para penngikutnya.
Dalam
redaksi kitab “Jami’ Shaghir” di- sebutkan
إِنَّ اللهَ
تَعَالَى قَدْ أَجَارَ أُمَّتِي أَنْ تَجْتَمِعَ عَلَى ضَلَالَةٍ
Artinya:
Sesungguhnya Allah telah melindungi umatku untuk berkumpul atas kesesatan.
(HR. Ibnu Abi Ashim)
Mayoritas
para ulama adalah pengikut madzhab empat. Maka Imam Bukhari adalah bermadzhab
Syafi’i, beliau mengambil hadits dari al-Khumaidi, al-Za’farani, dan
al-Karabisi. Begitu juga
Ibnu Khuzaimah dan al-Nisa’i. sedangkan Imam Junaid al-Baghdadi bermadzhab
Sufyan Tsauri, Imam al-Syibli bermadzhab Maliki, Imam al-Muhasibi bermadzhab
Syafi’i, Imam al-Jariri bermadzhab Hanafi, Syeikh Abdul Qadir al-Jailani
bermadzhab Hanbali, dan al-Syadili bermadzhab Maliki.
Jadi
bertaqlid pada salah satu madzhab tertentu menjamin pada hakikat kebenaran, dan
lebih dekat pada ketelitian, dan lebih mudah mendapatkan ajaran. Inilah yang
telah dianut oleh para ulama salaf shaleh r.a..
Maka
kami anjurkan bagi saudara kami umat Islam yang awam, supaya bertaqwa kepada
Allah dengan sungguh-sungguh dan tidak mati kecuali dalam Islam. Hendaklan
menjalin tali persaudaraan di antara mereka, terus menyambung silaturrahim,
berbuat baik kepada tetangga, kerabat maupun saudara. Menghormati yang lebih
tua dan menyayangi yang muda. Kami melarang mereka untuk saling bermusuhan,
terpecah belah. Kami anjurkan mereka untuk menjalin tali persaudaraan, tolong
menolong dalam kebaikan, dan berpegang dengan tali Allah dan tidak
terpisah-pisah, mengikuti al-Kitab dan al-Sunah sebagaimana para ulama’.
Seperti Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’i,
dan Imam Ahmad
bin Hanbal. Mereka
adalah
para ulama’ yang bersepakat untuk tidak keluar dari ajaran
madzhab mereka. Jikalau
ada yang keluar dari jamaah ini maka Rasulullah telah bersabda: ”barang
siapa keluar dari jamaah, maka akan sendirian dalam neraka.” (مَنْ شَذَّ شَذَّ إِلىَ النَّارِ) dan supaya selalu dalam jamaah yang mengikuti jalannya para
salaf shaleh.
Rasulallah
s.a.w. bersabda:
وَأَنَا آمُرُكُمْ بِخَمْسٍ أَمَرَنِي الله بِهِنّ: السّمْعِ
وَالطَاعَةِ وَالْجِهَاد وَالْهِجْرَةِ وَالْجَمَاعَةِ, فَإِنّ مَنْ فَارَقَ
الْجَمَاعَةَ قِيْدَ شِبْرٍ, فَقَدْ خَلَعَ رِبْقَةَ الإِسْلاَمِ مِنْ عُنُقِهِ
Artinya:
Aku perintahkan kalian melakuukan lima hal yang telah diperintahkan oleh
Allah kepadaku: mendengarkan dan mengikuti pemimpin, berjihad, hijrah, dan
berada dalam jalan jamaah. Barang siapa yang memisahkan diri dari jamaah
meskipun sedikit, berarti ia telah melepaskan ikatan islam dari lehernya.
Umar
bin al-Khathab berkata:
عَلَيْكُمْ بِالْجَماعَةِ, وَإِيّاكُمْ
وَالْفُرْقَةَ, فَإِنّ الشّيْطَانَ مَعَ الْوَاحِدِ وَهُوَ مَعَ الاثْنَيْنِ
أَبْعَدُ. وَمَنْ أَرَادَ بُحْبُوبَةَ الْجَنّةِ فَلْيَلْزَمِ الْجَماعَةَ
Artinya:
Tetaplah dalam jamaah, jauilah perpecahan, sesungguhnya syetan itu bersama
orang yang bersendiri, dan syetan akan lebih jauh karena berdua, barang siapa
yang menginginkan surga hendaklah selalu dalam jamaah.
PASAL IV
Wajib Taqlid
Bagi Orang yang Tidak Mampu
Ijtihad
Menurut
para ulama’, setiap orang yang tidak mampu berijtihad wajib mengikuti pendapat
ulama’ ahli ijtihad. Hal ini wajib dilakukan sekalipun mereka mampu mempelajari
sejumlah ilmu yang menjadi instrumen ijtihad. Dengan mengikuti pendapat salah
seorang imam mujtahid, mereka akan terbebas dari hukum taklif. Hal ini sesuai firman
Allah:
فَاسْأَلُوْا
أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لاَتَعْلَمُوْنَ
Artinya:
Maka bertanyalah kepada orang yang memiliki pengetahuan jika kalian tidak
mengetahui. (QS. al-Nahl: 43)
Maka
wajiblah bertanya bagi orang yang tidak mengetahui, dan hal yang demikian ini
disebut taqlid kepada orang alim. Ayat di atas adalah umum bagi setiap orang,
sehingga perintahnyapun umum pula, yakni setiap hal yang belum diketahui.
Sesungguhnya
orang awam pada generasi sahabat dan tabi’in selalu meminta fatwa kepada para ulama’
(dari kalangan sahabat) tentang permasalahan agama. Dan para ulama’ akan segera
merespon pertanyaan-pertanyaan tersebut tanpa harus menjelaskan secara detail
dalil-dalilnya.
Kondisi
yang demikian tidak pernah dilarang
oleh para sahabat,
sehingga terjadilah ijma’ bahwa
orang awam harus mengikuti para ulama’. Karena pemahaman orang awam atas al-
Kitab dan al-Sunah
tidak bisa dijadikan
pijakan jika tidak mencocoki pemahaman para ulama’. Karena banyak juga
para ahli bid’ah yang sesat mendasarkan pemahamannya terhadap al-Kitab dan
al-Sunah, tetapi mereka tidak mendapat kebenaran sama sekali.
Orang
awam tidak harus selalu mengikuti madzhab
tertentu pada tiap
kondisi yang dia jalani. Seperti orang yang mengikuti
madzhab Syafi’i, tidak harus baginya mengikuti secara terus menerus, tetapi
dibolehkan berpindah ke madzhab yang lain.
Orang
awam yang tidak memiliki kemampuan nalar, tidak pernah membaca kitab
tentang cabang-cabang masalah
(fiqhiyah), maka pengakuan
bermadzhabnya tidak bisa
dijadikan dalil
(untuk ia menghukumi suatu masalah).
Telah
ada yang mengatakan bahwa: orang awam yang mengikuti suatu madzhab maka wajib
ia mengikutinya secara terus menerus, karena itulah cara yang benar. Dan bagi
orang yang taqlid dibolehkan mengikuti madzhab yang lain. seperti ia taqlid
kepada seorang imam
dalam shalat dzuhur lalu taqlid
kepada imam yang lain dalam shalat ashar. Jika seorang Madzhab Syafi’i mengira
bahwa shalatnya sah dalam madzhab tersebut, lalu setelah shalat ternyata tidak
sah menerut Madzhab Syafi’i, tetapi sah menurut Madzhab yang lain, maka dia
boleh berpindah madzhab dan shalatnya tetap menjadi sah.
PASAL
V
• Berhati-hati Dalam Mengambil Ilmu Agama
• Berhati-hati Terhadap Fitnah Ahli Bid’ah &
Orang-orang Munafiq
• Serta Para Imam yang Menyesatkan
Suatu
keharusan berhati-hati dalam mencari ilmu, dan tidak mengambilnya dari orang
yang bukan ahlinya.
Ibnu ‘Asakir
meriwayatkan dari Imam Malik r.a.
لاتحمل العلم عن أهل البدع, ولا تحمله عمن لم يعرف
بالطلب, ولاعمن يكذب في حديث الناس وإن كان لايكذب في حديث رسول اللّه صلى اللّه
عليه وسلم
Artinya:
Janganlah kamu menuntut ilmu dari orang ahli bid’ah, maupun dari orang yang
tidak selektif mendapatkannya, jangan pula menuntut ilmu dari orang yang
berbohong sekalipun tidak sampai
mendustakan hadits Rasulallah s.a.w.
Ibnu
Sirin meriwayatkan bahwa:
هَذَا الْعِلْمَ
دِينٌ, فَانْظُرُوا عَمّنْ تَأْخُذُونَ دِينَكُمْ
Artinya:
Ilmu itu sebenarnya adalah agama, lihatlah dari siapa kalian mengambil agama kalian. Imam
Dailami meriwayatkan dari
Ibnu
Umar
Bahwa:
العلم دين,
والصلاة دين, فانظروا عمن تأخذون هذا العلم, وكيف تصلون هذه الصلاة, فإنكم تسألون
يوم القيامة
Artinya:
Ilmu itu sebenarnya adalah agama, shalat juga pada hakikatnya adalah agama,
perhatikan dari siapa kalian memperoleh ilmu itu, dan bagaimana kalian menunaikan shalat, karena kelak
kalian akan ditanya (tentang semua itu), janganlah menimba ilmu kecuali dari
ahlinya, yakni seorang yang adil dan tsiqah dan bertaqwa kepada Allah.
Imam
Muslim telah meriwayatkan dalam kitab “Shahih”, bahwa Rasulullah s.a.w.
bersabda:
سَيَكُونُ فِي
آخِرِ أُمّتِي أُنَاسٌ يُحَدّثُونَكُمْ مَا لَمْ تَسْمَعُوا أَنْتُمْ وَلاَ
آبَاؤُكُمْ, فَإِيّاكُمْ وَإِيّاهُم
Artinya:
Akan ada pada generasi akhir umatku orang-orang yang menceritakan sesuatu
kepada kalian tentang sesuatu yang tidak pernah kalian dengar begitu juga
orang-orang tua kalian, berhati-hatilah kalian dan waspadalah.
Dalam
“Shahih”nya Imam Muslim juga meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. dari
Rasulullah s.a.w. bersabda:
يَكُونُ فِي آخِرِ الزّمَانِ دَجّالُونَ كَذّابُونَ,
يَأْتُونَكُمْ مِنَ الأَحَادِيثِ بِمَا لَمْ تَسْمَعُوا أَنْتُمْ وَلاَ
آبَاؤُكُمْ, فَإِيّاكُمْ وَإِيّاهُمْ, لاَ يُضِلّونَكُمْ وَلاَ يَفْتِنُونَكُم
Artinya:
Pada akhir zaman nanti akan ada dajjal-dajjal tukang bohong mereka memberi
tahu kalian tentang sesuatu yang tidak pernah kalian dan orang tua kalian
dengar, berhati-hatilah dan waspadailah, jangan sampai mereka menyesatkan dan
menfitnah kalian.
Disebutkan
dalam “Shahih” Muslim dari
Amr
bin al-‘Ash r.a. ia berkata:
إِنّ فِي
الْبَحْرِ شَيَاطِينَ مَسْجُونَةً أَوْثَقَهَا سُلَيْمَانُ بنُ دَاوُدَ. يُوشِكُ
أَنْ تَخْرُجَ فَتَقْرَأَ عَلَى النّاسِ قُرْآنا
Artinyan
: Sungguh dalam
lautan terdapat syetan yang dipenjarakan oleh Nabi
Sulaiman, mereka hampir saja
bebas lalu akan
membacakan al-Qur’an (palsu) kepada manusia.
Imam
Nawawi menjelaskan, bahwa
yang dimaksud adalah bukan al-Qur’an yang sesungguhnya, dikatakan sebagai al-Qur’an
untuk menipu
orang-orang awam.
Imam
al-Thabrani meriwayatkan dari Abu Darda’ bahwa:
إن أخوف ما أخاف
على أمتي الأئمة المضلون
Artinya:
Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan terhadap umatku adalah keberadaan
pemimpin yang menyesatkan.
Imam Ahmad
meriwayatkan dari Umar r.a. bahwa:
إن أخوف ما أخاف
على أمتي كل منافق عليم اللسان
Artinya:
Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan terhadap umatku adalah keberadaan
orang- orang munafik yang fasih lidahnya.
Al-Munawi
berkata, “begitu banyak orang yang fasih lidahnya, tetapi kosong hati dan
amalnya. Ia menukil secuil ilmu untuk mencari sesuap nasi, bahkan jadikan untuk
kesombongan, dia mengajak manusia menuju Allah, tetapi ia sendiri berpaling
dariNya.
Imam
al-Tabrani meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib r.a. bahwa: “sesungguhnya aku
tidak mengkhawatirkan umatku yang mukmin atau musyrik, adapun yang mukmin akan
dilindungi oleh imannya, sementara yang musyrik akan dikendalikan oleh
kekafirannya. tetapi yang aku khawatirkan adalah orang-orang munafik
yang fasih lidahnya, dia akan berbicara yang sesuai apa yang kalian ketahui, tetapi melakukan
perbuatan yang kalian ingkari.”
Ziyad
bin Hudair berkata: “umar berkata kepadaku, ‘tahukah kamu apa yang menyebabkan
Islam hancur?’ aku menjawab, tidak. Umar berkata, yang menghancurkan islam
adalah kesalahan orang alim, perdebatan orang-orang munafik, dan hukum dari
pemimpin yang menyesatkan.
PASAL
VI
• Hadits dan atsar dicabutnya ilmu, dan mewabahnya
kebodohan, dan
• Peringatan Nabi, bahwa akhir zaman adalah banyak kejelekan, Mengenai umatnya yang
akan mengikuti
bid’ah.
• Keberadaan agama yang hanya dipegang oleh segelintir orang
Ibnu
Hajar al-Asqalani dalam “Fath al-Bari” berkata: Allah akan mewafatkan para
ulama’ dan mengambil ilmu bersamanya, lalu akan terjadi peristiwa di mana
sebagian orang menyerang sebagian yang lainnya, dan para sesepuh hanyalah orang
yang lemah di antara mereka.
Abu
Umamah r.a. meriwayatkan, bahwa ketika haji wada’ Rasulullah berdiri di atas
unta berwarna kecoklatan lalu bersabda:
يا أيها الناس خذوا من العلم قبل أن يقبض, وقبل أن
يرفع من الأرض, ألا إن ذهاب العلم ذهاب حملته. فسأله أعرابي فقال: يا رسول الله
كيف يرفع العلم منا وبين أظهرنا المصاحف, وقد تعلمنا ما فيها وعلمناها أبناءنا
ونساءنا وخدمنا, فرفع إليه رأسه وهو مغضب, فقال: وهذه اليهود والنصارى بين أظهرهم
المصاحف ولم يتعلقوا منها بحرف فيما جاءهم به أنبياؤهم
Artinya:
Wahai sekalian manusia, belajarlah sebelum ilmu itu dicabut dari bumi,
ingatlah hilangnya ilmu adalah bersamaan dengan wafatnya ulama. Lalu ada
seorang Baduwi bertanya, ya Rasul bagaimana bisa ilmu dicabut dari kita,
sedangkan di antara kita terdapat mushaf yang tidak pernah berubah sedikitpun
semenjak ditrunkan kepada para Nabi?
Ibnu
Mas’ud berkata: umat ini akan selalu dalam kebaikan selama masih berpegang pada
ajaran para sahabat, dan jika mereka
berpegang kepada orang-orang bodoh, dan terpecah belah, maka akan binasa.
Al-Bukhari
meriwayatkan dalam kitab “Shahih” dari Abu Hurairah dari Rasulullah s.a.w.
beliau bersabda:
لاتقوم الساعة حتى تأخذ أمتي بأخذ القرون قبلها شبراً
بشبر وذراعاً بذراع, فقيل: يا رسول الله كفارس والروم؟ قال: ومن الناس إلا هم
Artinya:
Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti perilaku umat sebelumnya
sedikit demi sedikit, lalu Rasul ditanya, apakah seperti orang Persia dan
Rumawi?, Rasul menjawab, siapa lagi kalau bukan mereka?.
Diriwayatkan
dari Abi Sa’id al-Khudri dari
Nabi s.a.w. beliau bersabda:
لتتبعن سَنَنَ من كان قبلكم, شبراً بشبر وذراعاً
بذراع, حتى لو دخلوا جحر ضب تبعتموهم. قلنا: يا رسول الله, اليهود والنصارى؟ قال:
فمن؟
Artinya:
Niscaya kalian akan mengikuti sedikit demi sedikit kebiasaan umat sebelum
kalian, sampai andai kata mereka masuk ke lubang biawakpun kalian juga akan
tetap mengikutinya, kami bertanya, wahai Rasul, apakah itu Yahudi dan Nashrani?,
Rasulullah menjawab, siapa lagi?
Al-Thabari
meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud
dari Nabi s.a.w. beliau bersabda:
إن أول هذه الأمة خيارهم, و آخرها شرارهم, مختلفين
متفرقين, فمن كان يؤمن بالله واليوم الآخر فلتأته منيته وهو يأتي إلى الناس ما يحب
أن يؤتى إليه
Artinya:
Sesungguhnya generasi awal umat ini adalah orang-orang pilihan, dan generasi
akhir adalah orang-orang yang buruk, mereka saling berselisih dan terpecah
belah. Oleh karena itu barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir semoga
saja segera dijemput ajalnya. Dia akan memperlakukan manusia sesuai dengan yang
ia sukai dari mereka.
Hisyam
bin Urwah pernah mendengar ayahnya berkata bahwa: “persoalan Bani Israel akan
lurus-lurus saja sampai banyak anak yang terlahir dari budak perempuan. Mereka
akan mengatakan sesuatu yang baru berdasarkan pendapat mereka sendiri, mereka
juga akan menyesatkan orang- orang Bani Israel itu sendiri. Peganglah ajaran-
ajaran Sunah, karena itu adalah pilar agama.”
Ibnu
Wahab telah meriwayatkan dari Ibnu
Syihab
al-Zuhri, ia berkata: “sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nashrani kehilangan
ilmu yang berada dalam genggaman mereka ketika mulai berani berfikiran bebas
dan mempraktikkannya.
Al-Bukhari dalam “Shahih”nya meriwayatkan dari Urwah
sebagai berikut:
حَجَّ عَلَيْنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو
فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْزِعُ الْعِلْمَ بَعْدَ أَنْ أَعْطَاهُمُوهُ
انْتِزَاعًا, وَلَكِنْ يَنْتَزِعُهُ مِنْهُمْ مَعَ قَبْضِ الْعُلَمَاءِ
بِعِلْمِهِمْ, فَيَبْقَى نَاسٌ جُهَّالٌ يُسْتَفْتَوْنَ فَيُفْتُونَ بِرَأْيِهِمْ
فَيُضِلُّونَ وَيَضِلُّونَ, فَحَدَّثْتُ بِهِ عَائِشَةَ رضي الله عنها زَوْجَ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, ثُمَّ إِنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ
عَمْرٍو حَجَّ بَعْدُ, فَقَالَتْ يَا ابْنَ أُخْتِي انْطَلِقْ إِلَى عَبْدِ
اللَّهِ فَاسْتَثْبِتْ لِي مِنْهُ الَّذِي حَدَّثْتَنِي عَنْهُ, فَجِئْتُهُ
فَسَأَلْتُهُ, فَحَدَّثَنِي بِهِ كَنَحْوِ مَا حَدَّثَنِي, فَأَتَيْتُ عَائِشَةَ
فَأَخْبَرْتُهَا, فَقَالَتْ وَاللَّهِ لَقَدْ حَفِظَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو
Artinya:
Abdullah bin Umar singgah kepada kami ketika musim haji, lalu aku mendengar ia
berkata, ‘aku telah mendengar Nabi s.a.w. bersabda,
sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu secara mendadak setelah
memberikannya kepada manusia. Namun Allah akan mencabut ilmu dengan cara
mencabut nyawa para ulama’. Lalu tersisalah orang-orang bodoh yang ketika
dimintai fatwa mereka berfatwa dengan pendapatnya sendiri yang ternyata sesat
dan menyesatkan. Lalu saya (Urwah) beritahukan hal itu kepada A’isyah r.a..
Pada tahun berikutnya Abdullah bin Umar menunaikan Haji lagi, maka A’isyah
berkata kepadaku, ‘wahai keponakanku pergilah menjumpai Abdullah, tanyakan
padanya tentang hadits yang telah kau beritahukan kepadaku. Lalu aku menjumpai
Abdullah dan menanyakan riwayat hadits tersebut. Abdullah tetap meriwayatkan
hadits sebagaimana yang dulu ia beritahukan kepadaku. Lalu aku mendatangi
A’isyah untuk memberitahukan hal tersebut, lalu ia berkata, “Abdullah
benar-benar memiliki hafalan yang baik.”
Dalam
kitab “Fath al-Bari” dari Masyruq dari
Ibnu Mas’ud ia
berkata: “tidak akan datang sebuah masa kecuali lebih buruk
dari sebelumnya. Ingatlah bukanlah aku maksudkan membandingkan pemimpin
yang satu dengan yang lainnya, dan orang awam yang
satu dengan yang lainnya. Akan tetapi para ulama’ dan ahli fiqh di antara kalian akan meninggal dunia,
lalu kalian tidak mendapatkan gantinya. Lalu datanglah orang-orang yang
berfatwa dengan pendapatnya sendiri. Mereka itulah orang yang akan mencoreng
dan menghancurkan Islam.
PASAL
VII
Dosa
Orang yang Mengajak pada
Kesesatan atau Orang yang Memberi Contoh yang Buruk
Allah
s.w.t. berfirman:
لِيَحْمِلُوا
أَوْزَارَهُمْ كَامِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمِنْ أَوْزَارِ الَّذِينَ
يُضِلُّونَهُمْ
Artinya:
Supaya mereka memikul
dosa-dosanya dengan sepenuhnya
pada hari kiamat,
dan sebagian
dosa orang-orang yang mereka sesatkan. (QS. al-Nahl: 25)
Abu
Dawud dan al-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi s.a.w. bersabda
مَنْ دَعا إلى هُدىً كانَ لَهُ مِنَ الأجْرِ مِثْلَ
أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لا يَنْقُصُ ذلك مِنْ أُجُورِهِمْ شَيئا. وَمَنْ دَعا إلى
ضَلالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الإِثْمِ مِثْلُ آثامِ مَنْ تَبِعَهُ لا يَنْقُصُ ذلكَ
مِنْ آثامِهِمْ شَيْئاً
Artinya:
Barang siapa mengajak pada kebenaran,
maka dia akan
mendapatkan pahalanya dan pahala
orang yang mengikutinya.
Dan barang siapa mengajak pada
kesesatan, maka dia mendapatkan dosanya dan dosa orang yang mengikutinya.
Imam
Muslim meriwayatkan dari Abdurrahman bin Hilal dari Jarir bin Abdullah al-
Bajili r.a. sebagai berikut:
قَالَ رَسُولُ اللّهِ صلى الله عليه وسلم: مَنْ سَنّ
فِي الإِسْلاَمِ سُنّةً حَسَنَةً, فَلَهُ أَجْرُهَا, وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا
بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا. وَمَنْ سَنّ فِي
الإِسْلاَمِ سُنّةً سَيّئَةً, كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ
بِهَا مِنْ بَعْدِهِ. مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيئًا
Artinya:
Rasulullah s.a.w. bersabda, barang siapa menciptakan kebaikan, maka baginya
pahalanya dan pahala orang yang mengikuti setelahnya tanpa dikurangi sedikitpun
dari pahala tersebut. Dan barang siapa
berbuat kejelekan, maka
baginya dosanya dan dosa orang yang mengikuti setelahnya
tanpa dikurangi sedikitpun.
Berkata
Imam Mujahid dalam menafsirkan Hadits dan ayat di atas: “yaitu orang tersebut
menanggung dosanya sendiri dan dosa orang- orang yang mengikutinya, Dan tidak
dikurangi sedikitpun.
Al-Tirmidzi meriwayatkan
dari Amr bin ‘Auf, bahwa
Nabi s.a.w. bersabda:
مَنْ أَحْيَا سُنّةً مِنْ سُنّتِي قَدْ أُمِيتَتْ
بَعْدِي كَانَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثْلُ منْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ أَنْ
يُنْقِصَ ذَلِكَ مِنْ أَجُورِهِمْ شَيْئاً, وَمَنْ ابْتَدَعَ بِدْعَةَ ضَلاَلَةٍ
لاَ ترضى الله وَرَسُولُهُ كَانَ عَلَيْهِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ عَمِلَ بِهَا لاَ
ينْقِصُ ذَلِكَ مِنْ أَوْزَار النّاسِ شَيْئاً
Artinya:
Barang siapa sepeninggalku menghidupkan kembali sunahku yang telah mati,
niscaya dia akan memperoleh pahala sebagaimana pahala orang yang mengamalkannya
tanpa dikurangi sedikitpun. Barang siapa yang menciptakan bid’ah yang sesat
yang tidak diridlai oleh Allah dan Rasulnya, maka bagi dia dosanya dan dosa
orang yang mengamalkannya, tanpa dikurangi sedikitpun.
Al-Tirmidzi meriwayatkan dari
Abu Hurairah,
bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda:
المُتَمَسِّكُ
بِسُنَّتِيْ عِنْدَ فَسَاِد أُمَّتِيْ لَهُ أَجْرُ مِائَةِ شَهِيْدٍ
Artinya: Orang
yang berpegang pada sunahku pada saat umat dalam kondisi
rusak, maka akan mendapatkan pahala seratus orang yang mati syahid.
PASAL
VIII
• Terpecahnya Umat Islam Menjadi Tujuh Puluh Tiga Golongan
• Menjelaskan Teologi Kelompok Sesat.
• Golongan yang Selamat Yaitu Ahlussunah wal Jama’ah
Abu
Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah sebagai
berikut:
افْتَرَقَتِ الْيَهُودُ عَلَى إحْدَى وَسَبْعِينَ
فِرْقَةً, وَتَفَرّقَتِ النّصَارَى عَلَى اثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً,
وَتَفَرّقَتِ أُمّتِي علَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً كلها في النار إلا واحدة,
قالوا: ومن هم يا رسول الله؟ قال: هم الذي أنا عليه وأصحابي
Artinya:
Kaum yahudi akan terpecah menjadi tujuh puluh satu golongan, dan kaum
nashrani akan terpecah menjadi tujuh puluh dua golongan, dan umatku akan
terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, semuanya masuk neraka kecuali satu golongan.”
Para sahabat bertanya, “siapakah mereka itu ya Rasulullah?, Rasul menjawab,
“mereka itu adalah orang-orang yang menganut ajaranku dan ajaran para sahabatku.
Berkata
Syihab al-Khafaji dalam kitab “Nasim al-Riyadh”, bahwa golongan yang
selamat adalah Ahlussunah wal Jama’ah.
Dalam
kitab “Hasyiah Syanwani ‘ala Mukhtashar Abi Jamrah”, dijelaskan bahwa:
Ahlussunah wal Jama’ah adalah kelompok al- Asy’ari dan
para Imam Ulama’,
karena Allah telah menjadikan
mereka sebagai hujjah atas makhluknya. Dan orang-orang awam berpegang
kepadanya. Mereka inilah yang dimaksud dalam hadits “umatku tidak akan
berkumpul dalam kesesatan.”
Berkata imam
abu manshur bin
thahir al-tamimi dalam menjelaskan hadits ini, bahwa “Rasulullah dalam keterangan haditsnya
tidak bermaksud menerangkan kelompok-kelompok yang berbeda pendapat dalam hal
fiqh, tetapi yang beliau maksudkan adalah mencela terhadap orang-orang yang
menyalahi kebenaran dalam hal teologi, tentang taqdir baik dan buruk, syarat
kenabian dan kerasulan, dan tentang mempercayai para sahabat, dan sebagainya.
Karena orang yang berbeda pendapat dalam hal teologi ini telah mengkafirkan
antara satu dengan yang lainnya. Oleh sebab itu hadits tersebut di atas harus
dipahami sebagai perbedaan pendapat dalam pendapat Ilmu Tauhid.
Pada
akhir masa sahabat telah terjadi perbedaan
teologi yang dipelopori
oleh Ma’bad al-Juhani dan para
pengikutnya. Tetapi para sahabat,
seperti Abdullah bin
Umar, Jabir, dan Anas menghindari hal tersebut. Kemudian
setelah kejadian tersebut, muncullah perbedaan teologi sedikit demi sedikit,
hingga sempurnalah jumlah golongan umat islam tujuh puluh dua golongan. Dan
yang ketujuh puluh tiga adalah golongan Ahlussunah wal Jama’ah, yaitu kelompok
yang selamat.
Jika
ditanyakan, “apakah ketujuh puluh dua golongan tersebut dapat diketahui?, maka
jawabnya adalah: bahwa kita dapat mengetahui cikal bakal perpecahan tersebut,
masing-masing kelompok masih terbagi ke dalam beberapa sekte, sekalipun kita
tidak mengetahui secara rinci nama- nama sekte tersebut.
Adapun
cikal bakal sekte-sekte tersebut adalah: al-Haruriyah, al-Qadariyah, Jahmiyah,
Murji’ah, Rafidlah, dan Jabariyah. Sebagian ulama’ ada yang berpendapat, bahwa
cikal bakal kelompok- kelompok sesat adalah kelompok tersebut di atas. lalu tiap-tiap
kelompok di atas terpecah menjadi 12 kelompok, maka genaplah seluruhnya menjadi
72 golongan.
Berkata
Ibnu Ruslan, “ada pendapat yang mengatakan bahwa rincian sekte tersebut adalah
20 dari Rafidlah, 20 dari Khawarij, 20 dari Qadariyah, 7 dari Murji’ah, dan
satu golongan dari Najariyah, walaupun mereka terbagi menjadi beberapa kelompok
tetapi dihitung sebagai satu kelompok. Dan satu dari Haruriyah, dan satu
kelompok dari Jahmiyah, 3 dari kelompok Karamiyah. Jumlah semuanya adalah 72
golongan.
PASAL
IX
Tanda–Tanda Hari Kiamat
Tanda–Tanda Hari Kiamat
Tanda–tanda
hari kiamat cukup banyak, antara lain: hilangnya tolong menolong dalam agama,
sebagaimana sabda Nabi s.a.w.
يَأَتِي عَلَى
النّاسِ زَمَانٌ الصّابِرُ عَلَى دِينِهِ كالقَابِضِ عَلَى الْجَمْر
Artinya:
Akan datang pada manusia, masa di mana orang yang sabar terhadap ajaran agamanya bagaikan orang yang
memegang bara api. (HR. Tirmidzi)
Tanda
kiamat yang lain adalah:
يكون في آخر
الزمان عباد جهال وقراء فسقة
Artinya:
Akan ada di akhir zaman, ahli ibadah yang bodoh, dan
banyak penghafal al-Qur’an yang fasik. (HR. al-Hakim, Abu Naim)
لاَ تَقُومُ
السّاعةُ حَتّى يَتَبَاهَى النّاسُ في المَسَاجِد
Artinya:
Hari kiamat tidak akan terjadi hingga orang-orang saling membanggakan masjid
masing-masing. (HR. Ahmad, Abu Dawud)
Tanda-tanda kiamat
yang lain adalah:
terputusnya silaturrahim, orang terpercaya dianggap khianat, orang khianat justru dipercaya, penjelasan tentang
ini telah ada
dalam riwayat Thabrani
dari Anas bin Malik.
Tanda kiamat
yang lain adalah
ukuran bulan tsabit mengembang,
bulan tsabit terlihat kembali pada malam berikutnya, sehingga orang akan
mengatakan telah terjadi dua malam untuk satu bentuk bulan tsabit yang sama.
Tanda
kiamat yang lain adalah sebagaimana terdapat dalam hadits berikut:
يذهب الصالحون
الأول فالأول, وتبقى حثالة كحثالة الشعير أو التمر
Artinya: Orang-orang shaleh
dari generasi awal
akan meninggal dunia, dan
yang tersisa hanya orang-orang
berperangai buruk, mirip tersisanya buah kurma yang
disortir.
(HR. Bhuhari, Ahmad)
لا تقوم الساعة
حتى يكون الزهد رواية, والورع تصنعا
Artinya:
Kiamat tidak akan terjadi sampai sifat zuhud hanya menjadi riwayat, dan
wira’i hanya sebagai kepura-puraan. (HR. Abu Naim)
أن يكون الولد
غيظا والمطر قيظا وتفيض اللئام فيضا
Artinya:
Munculnya anak yang suka marah- marah, hujan turun dimusim panas, dan banyak
sekali orang yang berperangai buruk. (HR. Thabrani)
لا تقوم الساعة
حتى يسود كل قبيلة منافقوها, وكان زعيم القوم أرذلهم, وساد القبيلة فاسقهم
Artinya: Hari
kiamat tidak akan
terjadi sampai semua kabilah
dipimpin oleh orang
munafik, dan pemimpin kaum adalah yang paling hina di antara mereka, dan
yang memimpin kabilah adalah orang-orang fasik(HR. Tirmidzi, Thabrani)
Tanda-
tanda kiamat yang lain adalah ketika sudah banyak mihrab yang dihias dan banyak
hati yang rusak.
Juga
tanda kiamat yang lain adalah, ketika terjadi
transaksi dagang dimana-mana
sehingga para istri membantu suaminya dalam berdagang, dan banyak
persaksian palsu, amanat dijadikan harta rampasan, dan zakat dijadikan hutang,
begitu juga ketika seoranglaki-laki sudah tunduk pada istrinya dan berani
kepada ibunya, merendahkan temannya, dan mengusir ayahnya, dan banyak terjadi
kegaduhan dalam masjid.
Begitu
juga tanda-tanda kiamat adalah munculnya biduan dari kalangan budak, menyebarnya
alat-alat musik, minuman keras, dan generasi akhir umat ini telah melaknat
generasi awal.
Tanda-tanda
kiamat yang lain adalah:
لا تقوم الساعة حتى تروا أمورا عظاما لم تحدثوا بها
أنفسكم, يتفاقم شأنها في أنفسكم, وتسألون هل كان نبيكم ذكر لكم منها ذكرا, وحتى
تروا الجبال تزول عن أماكنها
Artinya: Hari
kiamat tidak akan
datang sampai
kalianmenyaksikan
peristiwa-peristiwa besar yang
sebelumnya tidak pernah
kalian perbincangkan, namun pertiwa
tersebut semakin mengusik
kalian
sehingga membuat
kalian bertanya, “apakah
nabi pernah menjelaskan permasalahan tersebut?”
bahkan kalian juga akan melihat gunung-gunung begeser dari tempatnya. (HR. Ahmad,
Thabrani)
إِذَا وُسِّدَ
الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِروْ السَّاعَة
Artinya: Apabila suatu urusan telah diserahkan
kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah hari kiamat. (HR.
al-Buhari, Ahmad, dan Tabrani)
لاَ تَذْهَبُ
الدُّنْيَا حَتَّى يَمُرَّ الرَّجُلُ عَلَى الْقَبْرِ, فَيَتَمَرَّغَ عَلَيْهِ
وَيَقُولَ: يَالَيْتَنِي كُنْتُ مَكَانَ صَاحبِ هذَا الْقَبْرِ
Artinya:
Dunia tidak akan sirna sampai ada seorang yang lewat di atas makam sambil
berkata, “andai saja aku bisa
menggantikan tempat orang
yang ada dalam makam ini.”
(HR. Muslim)
لا تقوم الساعة
حتى يتسافد الناس تسافد البهائم في الطرق
Artinya:
Hari kiamat tidak akan terjadi hingga terdapat seorang perempuan yang mesum
di siang hari, yakni, berzina di jalanan tanpa ada seorangpun yang
mengingkarinya. (HR. al-Hakim)
لاَتفنى هذه
الأمة حتى يقوم الرجل إلى المرأة فيفترشها في الطريق فيكون خيارهم يومئذ من يقول:
لو واريناها وراء هذا الحائط
Artinya:
Hari kiamat tidak akan terjadi sampai hati manusia saling mengingkari,
(mempertanyakan perbedaan pendapat informasi simpang siur) dan berbeda agama
antara ayah, ibu dan teman. (HR. Dailami)
Di
antara tanda-tanda kiamat adalah ketika didirikan menara-menara di masjid,
namun Allah tidak pernah disembah di dalamnya, keinginan manusia hanya urusan
perut, kemulian terdapat pada harta benda, kiblatnya adalah perempuan-
perempuan, dan agamanya adalah uang.
Tanda-tanda
kiamat yang lain adalah, ketika malam dan siang terus terganti sementara
al-Qur’an yang berada dalam hati kaum muslimin hanya diperlakukan seperti baju,
segala sesuatu diwarnai dengan ketamakan, dan jika mereka melakukan sesuatu
yang dilarang Allah dia berkata, “semoga Allah mengampuniku atas dosa yang aku
perbuat.”
Juga
tanda-tanda kiamat adalah ketika islam dipelajari hanya sebagai aksesoris
seperti hiasan pada baju,
hingga seseorang tidak
lagi mengetahui apa itu puasa, shalat, haji dan sedekah, dan yang
tersisa hanya orang-orang lanjut usia yang
berkata, “kami pernah
menjumpai ayah- ayah kami
mengucapkan kalimat La Ilaha Illallah, sehingga kamipun ikut mengucapkannya.”
Dan akhirnya la Ilaha Illallah tidak pernah lagi diucapkan dimuka bumi.
Rasulullah
s.a.w. bersabda:
لاَ تقوم الساعة حتى يظهر الفحش
والبخل, ويخون الأمين, ويؤتمن الخائن, وتهلك الوعول, ويظهر التحوت. قالوا: يا رسول
الله صلى الله عليه وسلم, وما التحوت؟ وما الوعول؟ قال: الوعول: وجوه الناس
وأشرافهم, والتحوت: الذين كانوا تحت أقدام الناس
Artinya:
Hari kiamat tidak akan datang sampai muncul banyak perbuatan keji dan sifat
kikir, orang yang amanah akan dianggap khianat, dan orang yang khianat justru
akan dipercaya, banyak “wu’ul” yang akan meninggal dunia, dan banyak muncul
“tuhut.” Para sahabat bertanya, apakah yang dimaksud dengan wu’ul dan tuhut,
ya Rasul ?, Rasulullah
menjawab, wu’ul adalah orang-orang
yang mulya dan
terhormat, dan tuhut adalah
orang-orang yang hina. (HR. al-Thabrani)
Rasulullah
s.a.w. bersabda:
لاَ تقوم الساعة حتى تخرج سبعون
كذابا, قلت: وما آيتهم؟ قال: يأتونكم بسنة لم تكونوا عليها, يغيرون بها سنتكم,
فإذا رأيتموهم فاجتنبوهم
Artinya:
Hari kiamat tidak akan datang sampai muncul 70 orang pembohong. Aku bertanya:
seperti apakah ciri-cirinya?, Rasul s.a.w. menjawab: mereka akan datang kepada
kalian dengan membawa sebuah tindakan yang belum pernah kalian praktikkan,
mereka akan mengganti sunah kalian dengan sunah yang dibawanya. Jika kalian
melihat mereka, maka jauhilah. (HR. Bukhari)
Di
antara tanda kiamat adalah, ketika sudah banyak perkataan dan sedikit
perbuatan, persahabatan hanya di bibir saja, dan hatinya saling berselisih,
banyak memutuskan tali persaudaran, orang telah banyak memamerkan ilmunya
tetapi tidak mengamalkannya, Maka pada saat seperti itu Allah melaknat mereka
dan membutakan matanya.
Berkata
al-Baihaqi dan ulama’ lainnya, bahwa tanda-tanda tersebut di atas adalah tanda-
tanda kecil atas akan munculnya kiamat, sedangkan tanda-tanda yang besar adalah
sebagai berikut.
Kami akan
menutup hadits-hadits di atas dengan hadits riwayat dari Muslim
dalam kitab “Shahih” dari Khudzaifah ibnu Usaid al- Ghifari r.a. berikut ini:
اطّلَعَ النّبِيّ صلى الله عليه
وسلم عَلَيْنَا وَنَحْنُ نَتَذَاكَرُ. فَقَالَ: “مَا تَذَاكَرُونَ؟”, قَالُوا:
نَذْكُرُ السّاعَةَ. قَالَ: “إِنّهَا لَنْ تَقُومَ حَتّىَ تَرَوْنَ قَبْلَهَا
عَشْرَ آيَاتٍ”. فَذَكَرَ الدّخَانَ, وَالدّجّالَ, وَالدّابّةَ, وَطُلُوعَ
الشّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا, وَنُزُولَ عِيسَىَ ابْنِ مَرْيَمَ صلى الله عليه وسلم,
وَيَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ, وَثَلاَثَةَ خُسُوفٍ: خَسْفٌ بِالْمَشْرِقِ, وَخَسْفٌ
بِالْمَغْرِبِ, وَخَسْفٌ بِجَزِيرَةِ الْعَرَبِ. وَآخِرُ ذَلِكَ نَارٌ تَخْرُجُ
مِنَ الْيَمَنِ, تَطْرُدُ النّاسَ إِلَىَ مَحْشَرِهِمْ
Artinya:
Nabi s.a.w. muncul ketika kami sedang berdiskusi. beliau bersabda: apa yang
kalian diskusikan?, mereka menjawab, ‘kami sedang mendiskusikan kiamat’, lalu
beliau bersabda: kiamat tidak akan terjadi sebelum kalian melihat sepuluh
tanda-tandanya. Yaitu keluarnya kabut besar, dajal, dabbah, matahari terbit
dari barat, munculnya Isa bin Maryam, terjadi tiga gerhana, gerhana di timur,
gerhana di barat dan gerhana di jazirah Arab, serta munculnya api Yaman yang
menggiring manusia ke Padang Mahsyar. (HR. Muslim)
Mengenai
masalah “dukhan”, al-Alamah al- Khazin telah menjelaskan dalam tafsirnya
riwayat dari Khudzaifah r.a. ia berkata, “ya Rasulullah apakah “dukhan”
itu ?, Rasul menjawab:
“pada hari ketika langit membawa kabut yang nyata. (QS. Al-Dukhan:10)
kabut tesebut akan memenuhi bumi dari barat sampai timur selama 40 hari 40
malam, orang yang beriman akan menderita semacam asma, sedangkan orang kafir
seperti orang mabuk. Kabut tersebut akan keluar dari lubang hidung, telinga,
dan dubur mereka.”
Sedangkan
“Dajjal” sebagaimana dalam riwayat Muslim dari Hisyam bin Urwah ia berkata:
سمعت رسول الله صلى الله عليه
وسلم يقول: مَا بَيْنَ خَلْقِ آدَمَ إِلَىَ قِيَامِ السّاعَةِ خَلْقٌ أَكْبَرُ
مِنَ الدّجّال
Artinya:
Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: rentang
waktu antara penciptaan
Adam dan
hari kiamat, tidak ada makhluk yang
lebih besar dari
Dajjal. Makna Dajjal adalah tukang fitnah. (HR. Muslim)
Imam Bukhari
meriwayatkan dari Ibnu Umar r.a. sebagai berikut:
أن النبي صلى الله عليه وسلم ذكر
الدجال, فقال: أَنَّهُ أَعْوَرُ الْعَيْنِ الْيُمْنَىَ, كَأَنّ عَيْنَهُ عِنَبَةٌ
طَافِيَة
Artinya: Nabi s.a.w.
menuturkan tentang Dajjal, bahwa dia juling matanya sebelah
kanan, mirip seperti buah
anggur yang menonjol
dari dompolnya. (HR.
Bukhari)
عن أنس رضي الله عنه قال: قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: مَا مِنْ نَبِيّ إِلاّ وَقَدْ أَنْذَرَ أُمّتَهُ
الأَعْوَرَ الْكَذّابَ. أَلاَ إِنّهُ أَعْوَرُ, وَإِنّ رَبّكُمْ لَيْسَ
بِأَعْوَرَ. مَكْتُوبٌ بَيْنَ عَيْنِيْهِ كافر
Artinya:
Dari Anas r.a. berkata, Nabi s.a.w. bersabda: tidak ada seorang nabipun
kecuali telah memperingatkan umatnya tentang “si juling yang pembohong.”
Ingatlah sesungguhnya ia adalah juling, pada dahinya tertulis lafadz “kafir.”
(HR. Bukhari)
Al-Baghawi
meriwayatkan dari Asma’ binti Yazid, bahwa: fitnah dajjal yang paling besar
adalah ketika ia mendatangi seorang baduwi, lantas berkata: “bagaimana jika aku
hidupkan untamu yang mati?, Baduwi menjawab, “boleh,” lalu ada syetan yang
menyamar menjadi unta yang gemuk dan besar kantong susunya. Dajjal juga
mendatangi orang yang keluarganya telah meninggal dunia. Lalu berkata,
“bagaimana kalau keluargamu aku hidupkan kembali?”, dan
tidakkah aku ini tuhanmu?”. orang tersebut menjawab, “boleh”. Lalu datanglah
Syetan menyerupai saudaranya yang meninggal dunia.
Diriwayatkan
dari Mughirah bin Syu’bah ia berkata: “tidak ada seorangpun yang bertanya
kepada Raulullah s.a.w. tentang dajjal sebagaimana yang aku tanyakan. Sabda
Rasul: “ia tidak akan menimpakan madlarat padamu.” Aku bertanya, “ sungguh
banyak orang mengatakan bahwa dajjal akan membawa segunung roti dan air.” Lalu
Nabi bersabda: “itu lebih mudah bagi Allah dari yang ia lakukan.”
Al-Tirmidzi
meriwayatkan dari Abu Bakar as-Shidiq sebagai berikut:
حدثنا رسول الله صلى الله عليه
وسلم: الدّجّالُ يخرُجُ بِأَرْضٍ المَشْرِقِ, يُقَالُ لهَا خُراسَانَ, يتْبَعُهُ أَقْوَامٌ
كأَنّ وُجُوهَهُمْ المَجَانّ المُطْرَقةَُ
Artinya:
Rasulullah s.a.w. telah memberitahu kami tentang dajjal, ia muncul dari
kawasan timur bernama Khurasan diikuti
oleh kaum yang
dahinya lebar. (HR. Tirmidzi)
Sahabat Anas
meriwayatkan dari Rasulullah s.a.w.
bahwa dajjal akan
diikuti oleh 70.000 penduduk
Isfahan yang memakai
busana motif
bergaris-garis. (HR. Muslim)
Imam Nawawi
menukil pendapat Qadhi Iyadh
bahwa: Hadits-hadits di atas yang menjelaskan tentang Dajjal adalah argumentasi
bagi Madzhab yang benar tentang keberadaan dajjal. Ia adalah makhluk yang
dengannya Allah menguji para hambanya. Allah memberikan
kekuatan padanya untuk bisa menghidupkan orang yang mati. Ia mampu mendatangkan
kemewahan dunia, ia mampu menyuruh
langit untuk turun
hujan dan menyuruh
bumi menumbuhkan tanaman. Dan semua itu sebenarnya adalah
takdir Allah. Kemudian setelah itu
Allah melemahkannya, tetapi
tidak ada satu orangpun yang mampu membunuhnya kecuali Isa bin Maryam, kemudian
Allah menyelamatkan orang-orang
yang beriman. Demikiam inilah Madzhabnya kelompol Ahlussunah wal
Jama’ah, para ahli hadits dan madzhabnya para ulama ahli fiqh. Berbeda dengan
kelompok Khawarij, Jahmiyah dan sebagian Mu’tazilah.
Adapun
hewan “Dabbah”, maka telah meriwayatkan al-Khazin dari Tsa’labah dari
Khudzaifah bin al-Yaman. Sebagai berikut: “Rasulullah telah menyebutkan masalah
keluarnya “Dabbah” di akhir
zaman nanti. Aku
bertanya,
‘dari
manakah keluarnya?, Rasul s.a.w. menjawab, “dari masjid yang paling besar.
Lantas ketika Isa sedang thawaf di Ka’bah bersama kaum muslimin, terjadilah
gempa dan bukit Shafa tergeser dari tempat Sa’i. dari bukit itu kemudian keluar
hewan dengan kepala mengkilat dan berbulu halus. Binatang itu tidak bisa
dikejar oleh siapapun saking cepatnya. Dia akan meracuni semua orang baik
mukmin maupun kafir. Orang mukmin yang mati terkena racun tersebut akan
tertulis di wajahnya lafadz “Mukmin” sementara
yang kafir akan tertulis “Kafir.”
Adapun
mengenai matahari terbit dari barat terdapat riwayat Imam Bukhari dari Abu Dzar
al-Ghifari sebagai berikut: “Ketika matahari terbenam Nabi s.a.w. bersabda
kepadaku. Tahukah kamu kemana matahari pergi?, Aku menjawab, “Allah dan
Rasulnya lebih tahu. Nabi menjawab, “Sesungguhnya matahari
pergi untuk bersujud di bawah Arsy, guna meminta izin
kepada Allah untuk kembali terbit, maka Allah mengijinkan. Sampai akhirnya
matahari pergi untuk bersujud dan tidak diterima sujudnya, dan ditolak ijinnya
untuk terbit kembali. Lalu Allah berfirman, “Kembalilah ke tempat di mana kamu
datang !, Akhirnya mataharipun terbit dari barat. Dan itulah yang dimaksudkan
oleh Surat Yasin ayat 38.”
Dalam
“Fath al-Bari” dijelaskan, “yang dimaksud dengan sujud adalah sujudnya malaikat
yang mewakili matahari, atau mungkin juga suhud dengan isyarah.” Al-Nawawi
berkata: “sujudnya matahari adalah kondisi khusus yang diciptakan oleh Allah
s.w.t. untuk benda-benda langit.”
Adapun
turunnya Isa bin Maryam dan keluarnya Ya’juj dan Ma’juj, Imam Muslim telah
meriwayatkan dari Nuwas bin Sam’an r.a. ia berkata, “Pada suatu pagi,
Rasulullah s.a.w. menceritakan
perihal Dajjal. Sesekali beliau menyebut sebagai sesuatu yang hina,
namun juga harus diwaspadai. Dan kami mengira makhluk tersebut berada di antara
kumpulan orang di kebun kurma. Dan ketika kami pergi ke kebun kurma kami bisa
melihatnya. Rasulullah ketika itu bertanya, “Ada apa dengan kalian?”, Kami
menjawab: “Ya Rasul, pada suatu pagi engkau menyebut perihal Dajjal, sesekali
engkau menganggapnya sebagai sesuatu yang hina, namun terkadang engkau
menganggapnya sebagai yang harus diwaspadai. Rasulullah menjawab, “Aku tidak
terlalu menghawatirkan munculnya Dajjal ketika aku masih berada di
tengah-tengah kalian, karena aku yang akan menjadi juru debat kalian. Tetapi
ketika ia muncul, sedang aku tidak lagi berada di tengah-tengah kalian, maka
setiap orang harus menyelamatkan dirinya masing- masing. Dan setiap orang
mukmin bisa menjadikan Allah sebagai tamengnya. Sesungguhnya Dajjal itu seorang
pemuda berambut keriting dan matanya menonjol seperti buah anggur yang keluar
dari dompolnya seperti Abdul Uzza bin Qathan. Barang siapa yang menjumpainya
bacalah surat al-Kahfi. Dajjal akan muncul dari daerah antara Syam dan Iraq,
dia akan membuat kerusakan dari semua arah kanan dan kirinya. Teguhlah wahai
hamba Allah. Kami bertanya, “Ya Rasulullah berapa lama Dajjal akan tinggal di bumi?” Rasul menjawab:
“Selama 40
hari. Di mana
sehari sama dengan
setahun, sehari
sama dengan sebulan, sehari sama dengan seminggu, dan berikutnya sama dengan hari-hari biasa.” Kami kembali
bertanya, “Ya Rasul apakah
sehari yang bagai setahun itu kita cukup shalat satu hari saja?,” Rasul menjawab, “Tidak,
hendaklah kalian mengira-ngira sendiri.”
Kami bertanya lagi, “Ya Rasul bagaiman gambaran
kecepatannya?.” Rasulullah menjawab, “Seperti air hujan yang diikuti tiupan angin, dia akan mendatangi
setiap orang dan
mengajaknya untuk mengikutinya, lalu dia akan menurunkan hujan, dan memerintahkan bumi untuk
menumbuhkan tanaman, dan semua
itu terwujud. Dan Hewan-hewan
ternak menjadi gemuk.
Dajjal juga mendatangi orang-orang yang akhirnya tidak mau mengikutinya, akhirnya mereka mengalami paceklik
dan jatuh miskin. Kemudian
Dajjal berjalan melewati
reruntuhan bangunan sambil berkata,
“Keluarkan harta simpananmu”
Maka
keluarlah banyak kekayaan yang semuanya mengikuti
Dajjal seperti segerombolan lebah. Lalu Dajjal akan
memanggil seorang pemuda untuk dia penggal menjadi dua bagian, lalu dia hidupkan kembali.
Setelah demikian datanglah Isa
al-Masih a.s. dari arah Menara Putih Damaskus, ia memakai baju rangkap dua yang berbau
wangi Za’faran.
Ia meletakkan kedua tangannya di atas sayap Malaikat, jika ia merunduk atau
mengangkat kepala, maka meneteslah keringat yang bagai mutiara. Ia akan
membunuh setiap orang kafir. Ia terus berjalan mencari Dajjal, dan sampai
akhirnya ia menemukannya di pintu gunung Ludd dan dibunuhlah Dajjal di tempat
tersebut.
Setelah
itu Isa menghampiri suatu kaum yang dilindungi dari fitnah Dajjal, Isa mengusap
wajah mereka dan
memberitahukan tentang derajat
mereka di surga. Lalu Allah memberikan wahyu kepada Isa, “sesungguhnya aku akan
mendatangkan hambanku yang tidak bisa dibunuh oleh siapapun, maka ajaklah para
sahabatmu naik ke bukit Tursina.” Setelah demikian muncullah Ya’juj Ma’juj dari
dataran tinggi, ketika rombongan melewati lautan, maka mereka meminum semua air
laut, lalu Nabi Isa dan para sahabatnya terkepung, dan saat itu satu kepala
sapi lebih berharga daripada
100
dinar. Lalu Isa dan para pengikutnya berdoa agar Allah mengirim ulat ke tubuh
Ya’juj Ma’juj agar mereka mati. Lalu Isa dan para sahabatnya turun dari bukit
Tursina dan tidak menemukan sebidang tanahpun kecuali penuh dengan bangkai
Ya’juj Ma’juj. Kemudian Isa berdoa, lalu Allah mengirim burung Unta untuk
mengangkat bangkai-bangkai tersebut untuk dilempar ketempat yang dikehendaki Allah. Lalu turunlah
hujan lebat untuk mencuci seluruh permukaan bumi. Allah kemudian berfirman,
“Wahai bumi tumbuhkan buah-buahan dan kembalikan berkahmu.” Maka tumbuhlah buah
delima yang besar-besar, susu unta yang melimpah sampai-sampai susu seekor unta
bisa mencukupi segerombolan manusia, susu seekor sapi bisa mencukupi satu
kabilah dan susu seekor kambing bisa mencukupi satu kampung.
Ketika
umat manusia dalam kondisi sangat makmur yang demikian, tiba-tiba Allah
mengirim aroma wangi dari bawah ketiak mereka dan setiap orang mukmin akan
meninggal dunia ketika mencium bau tersebut. Setelah itu yang tersisa
tinggallah orang-orang buruk yang suka mencabuli perempuan di tempat umum
seperti keledai. Dan kepada mereka inilah kiamat akan digelar.”
Adapun
tanda kiamat berupa “Api yang keluar dari Yaman.” Menurut pendapat para
ulama’ bahwa, manusia
akan digiring secara massal sebanyak empat kali: dua di
antaranya di dunia, yaitu ketika Rasulullah s.a.w. mengusir orang Yahudi dari
Madinah ke Syam. Dan ketika api
menggiring manusia dan
semua makhluk hidup ke sebuah
tempat menjelang datangnya kiamat. Peristiwa ini terjadi menjelang ditiupnya
sangkakala yang pertama. Dan yang hidup waktu itu tinggallah orang-orang kafir. Adapun
di akhirat, manusia akan digiring ke padang Mahsyar dan selanjutnya digiring ke
surga atau ke neraka.
PASAL
X
• Orang yang Meninggal Dunia Mampu Mendengar, Berbicara
• Mengetahui Orang yang Memandikan, Mengkafani, & Memakamkan Jenazahnya
• Kembalinya Ruh Kedalam Jasad Setelah Mati.
Tentang
jenazah yang mempu mendengar, Imam al-Bukhari telah meriwayatkan dari Anas dari
Nabi s.a.w. sebagai berikut:
الْعَبْدُ إِذَا وُضِعَ فِي
قَبْرِهِ وَتُوُلِّيَ وَذَهَبَ عَنْهُ أَصْحَابُهُ حَتَّى إنَّهُ يَسْمَعُ قَرْعَ
نِعَالِهِمْ أَتَاهُ مَلَكَانِ فَأَقْعَدَاهُ فَيَقُولاَنِ لَهُ: مَا كُنْتَ
تَقُولُ فِي هَذَا الرَّجُلِ مُحَمَّدٍ؟, فَيَقُولُ: أَشْهَدُ أَنَّهُ عَبْدُ اللَّهِ
وَرَسُولُهُ, فَيُقَالُ انْظُرْ إِلَى مَقْعَدِكَ مِنْ النَّارِ أَبْدَلَكَ
اللَّهُ بِهِ مَقْعَدًا مِنْ الْجَنَّةِ. قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَرآهُمَا جَمِيعًا. وَأَمَّا الْكَافِرُ أَوْ الْمُنَافِقُ
فَيَقُولُ لاَ أَدْرِي كُنْتُ أَقُولُ مَا يَقُولُ النَّاسُ, فَيُقَالُ لاَ
دَرَيْتَ وَلاَ تَلَيْتَ, ثُمَّ يُضْرَبُ بِمِطْرَقَةٍ مِنْ حَدِيدٍ بَيْنَ
أُذُنَيْهِ, فَيَصِيحُ صَيْحَةً يَسْمَعُهَا مَنْ يَلِيهِ إِلاَّ الثَّقَلَيْنِ
Artinya:
Apabila seorang mayat telah diletakkan dalam kubur, dan orang-orang telah
meninggalkannya, maka dua malaikat mendatanginya dan bertanya: bagaimana
pendapatmu mengenai Muhammad? ia menjawab, aku bersaksi ia adalah hamba Allah
dan Rasulnya. Maka malaikat berkata, lihatlah tempatmu di neraka telah diganti
dengan surge. Maka orang itupun bisa melihat surga dan neraka. Adapun
orang kafir dan
munafik, maka dia
akan menjawab, “aku tidak tahu.”
Dulu aku berpendapat sebagaimana pendapat orang-orang. Maka dikatakan
kepadanya, “kamu tidak tahu dan tidak mau mengikuti orang-orang yang tahu.”
Kemudian dipukullah dia dengan palu dan menjerit yang bisa didengar oleh
penghuni kubur di sekitarnya.
إِذَا وُضِعَتْ الْجَنَازَةُ
وَاحْتَمَلَهَا الرِّجَالُ عَلَى أَعْنَاقِهِمْ, فَإِنْ كَانَتْ صَالِحَةً
قَالَتْ: قَدِّمُونِي, وَإِنْ كَانَتْ غَيْرَ صَالِحَةٍ قَالَتْ: يَا وَيْلَهَا
أَيْنَ تَذْهَبُونَ بِهَا, يَسْمَعُ صَوْتَهَا كُلُّ شَيْءٍ إِلاَّ الْإِنْسَانَ,
وَلَوْ سَمِعَهُ صَعِقَ
Artinya:
Ketika jenazah mau diantarkan ke kubur, jika ia seorang yang shaleh akan
berkata: Segera bawa aku ke pemakaman. Dan jika ia bukan orang shaleh, ia akan
berkata: Celakalah aku, mau kau bawa ke mana diriku. Suara tersebut bisa
didengar oleh semua makhluk kecuali manusia, dan jika manusia mendengarnya maka
akan pingsan. (HR. Bukhari)
Thabrani
dalam “al-Ausath” meriwa- yatkan dari Abu Sa’id al-Khudri bahwa Nabi s.a.w.
bersabda:
إن الميت يَعْرِفُ من يغسله
ويحمله و يكفنه ومن يدليه في حفرته
Artinya:
Sesungguhnya mayit mengetahui siapa yang memandikannya, mengkafaninya,
membopongnya, dan yang memasukkannya ke liang lahat.
Sa’id
bin Zubair berkata: “Sesungguhnya orang yang telah meninggal dunia tahu atas
kondisi keluarganya yang masih hidup, jika kerabatnya baik, dia akan merasa
bahagia, jika mereka buruk, maka akan merasa sedih.”
Ibnu
Munabbih berkata: “Sesungguhnya Allah membangun istana di langit ketujuh
bernama istana Baidha’ untuk mengumpulkan ruh orang- orang mukmin. Jika ada
penduduk bumi yang meninggal dunia, maka dia akan disambut para ruh dan ditanya
tentang berita penduduk bumi, sebagaimana pertanyaan untuk keluarga yang baru
datang dari bepergian.”
Adapun
tentang kembalinya ruh ke dalam jasad orang yang meninggal, terdapat riwayat
dari Bara’ bin ‘Azib: “Kami keluar bersama Nabi s.a.w. lalu kami duduk dengan
tenang seolah-olah di kepala kami terdapat burung yang hinggap, lalu Nabi
mengangkat pandangannya dan kemudian menunduk.
Kemudia bersabda, “sesungguhnya jika seorang mukmin berada
dalam kubur, maka dia dihampiri malaikat dengan duduk di dekat kepalanya
sembari berkata, ‘Keluarlah wahai jiwa yang tenang menuju ampunan dan ridha
Allah.’ Maka ruh orang
itu keluar mengalir
bagaikan air hujan, dan para malaikat turun dari surga dengan wajah
berseri dan membawa kain kafan
dan ramuan pengawet dari surga. Mereka duduk di sekitar mayat itu secara
berderet sejauh mata memandang, jika malaikat mencabut ruh tersebut, maka dia
tidak akan membiarkanruh itu berada di tangannya walau hanya sekejap. Itulah
yang dimaksuي dengan ayat,
تَوَفَّتْهُ رُسُلُنَا وَهُمْ لا
يُفَرِّطُونَ
“dia diwafatkan oleh malaikatku dan aku
tidak melalaikan kewajibannya.”(QS. al-An’am: 61)
Rasulullah
bersabda: “Ruh orang mukmin keluar dengan aroma paling harum yang pernah
dijumpai, dan para malaikat akan naik ke langit dengan membawa ruh tersebut
melewati ruh para umat terdahulu, mereka bertanya, ‘ruh siapakah itu?’ dijawab,
‘ini adalah ruh si polan.’ Sampai akhirnya para malaikat sampai di pintu langit
dunia, lalu dibukakan pintu untuk mereka. Dan mereka digiring oleh malaikat
Muqarrabin yang berada di tiap-tiap lapis langit sampai berhenti di langit
ketujuh. Maka Allah berfirman, ‘Tulislah orang ini dalam “Iliyyin.”
Setelah itu
dikatakan pada Malaikat, ‘Kembalikan
lagi dia ke bumi, karena sesungguhnya aku telah berjanji kepada mereka bahwa
aku telah menciptakan
dari unsur bumi,
aku akan mengembalikan mereka padanya, dan akan membangkitkan mereka
darinya.’ Akhirnya malaikat mengembalikan
ruh tersebut ke
bumi untuk
di tempatkan ke dalam jasadnya, lalu ada dua malaikat yang menghampirinya.
Keduanya sangat galak. Mereka menghardik dan menyuruhnya untuk duduk. Lalu
keduanya bertanya, “Siapakah Tuhanmu dan apa agamamu?.” Ruh itu menjawab,
“Allah Tuhanku dan Islam agamaku.” Lalu ditanya lagi, “Bagaimana pendapatmu tentang
laki- laki yang diiutus untuk kalian?” dia menjawab “Dia adalah
utusan Allah.” Ditanya
lagi, “Apa yang membuatmu
mengetahui hal itu?” Dia menjawab, “Telah datang kepada kami berbagai bukti
dari Tuhan kami maka kamipun mengimani dan membenarkannya.” Kemudian Rasul
s.a.w. bersabda, “Itulah yang dimaksud dengan firman Allah s.w.t. “Allah
meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam
kehidupan di dunia dan akhirat.” (QS. Ibrahim: 27)
Rasulullah
s.a.w. bersabda: “Lalu ada penyeru dari langit, ‘Sungguh hambaku telah berkata
benar.’ Maka Malaikat memberinya pakaian dan menggelarkan permadani dari surga.
Diapun bisa melihat tempatnya di surga. Amal kebaikannya menjelma menjadi
seorang laki-laki tampan nan wangi dan berkata, ‘Berbahagialah kamu atas apa yang
telah disiapkan Allah s.w.t. berbahagialah kamu karena mendapatkan ridha Allah
s.w.t. dan tempat tinggal yang kekal.
Lalu
ruh itu bertanya: “Semoga Allah juga membuatmu bahagia, Siapakah dirimu
sebenarnya? karena wajahmu merupakan wajah yang menyambut kami dengan baik,
lelaki itu menjawab, “Inilah hari
dan sesuatu yang
telah lama dijanjikan untukmu. Aku adalah amal shalehmu. Demi Allah aku
telah menyaksikanmu sangat cepat melakukan ketaatan kepada Allah dan enggan
melakukan kemaksiatan, oleh karena itulah Allah memberikan balasan yang baik
untukmu. Kemudian ruh itu berdoa, “Ya Allah segerakanlah kiamat agar aku bisa
kembali kepada keluarga dan hartaku.”
Namun
jika ia orang yang durhaka, maka malaikat akan berkata, “Keluarlah wahai jiwa
yang buruk, hadapilah murka dan siksa Allah. Lalu ada malaikat yang turun
dengan muka seram sambil membawa kain kafan. Rasulullah bersabda: “Maka ruh
orang itu dipisahkan dari jasadnya sampai terputus urat nadinya seperti besi
bercabang yang ditarik dari kumpulan bulu yang basah. Ruh itu diambil oleh para
malaikat dengan bau yang sangat busuk, dia akan melewati gerombolan arwah yang
berada antara langit dan bumi. Para malaikat berkata, “Ruh siapa yang sangat
busuk ini?” Maka dijawab, “Ini adalah ruh fulan.” Sampai akhirnya berhenti di
langit dunia dan tidak dibukakan pintu oleh malaikat penjaganya. Lalu Allah berfirman,
“Kembalikanlah dia ke bumi sesungguhnya aku telah berjanji bahwa mereka telah
aku ciptakan dari unsur bumi dan akan aku bangkitkan darinya.” Rasulullah s.a.w.
bersabda, “Maka ruh itu kemudian dilempar dari atas langit.” Lalu beliau
membaca ayat berikut ini:
ومن يشرك بالله فكأنما خر من
السماء
Artinya:
Barang siapa mempersekutukan Allah, maka ia seolah-olah jatuh dari langit. (QS.
al-Hajj: 31).
Orang
itupun akhirnya dikembalikan ke bumi dan ruhnya dikembalikan lagi ke dalam
jasadnya, lalu dia didatangi dua malaikat yang sangat bengis
dan mneyuruhnya untuk
duduk, lalu bertanya, “Siapakah Tuhanmu, dan apakah agamamu ?”
orang tersebut akan
menjawab, “Aku tidak tahu, aku mendengar orang-orang mengatakan hal
tersebut.” Lalu malaikat berkata, “Kamu memang tidak mengetahuinya.” Lalu dia
dihimpit liang kuburnya sampai tulang rusuknya berantakan, lalu amalnya
menjelma menjadi laki- laki yang buruk rupa, berbau busuk dan berpakaian jelek,
dan berkata, ‘Terimalah adzab dari Allah.’ Orang tersebut
lalu bertanya, “Siapakah
engkau?” wajahmu seperti wajah orang yang membawa keburukan.” Laki-laki tersebut menjawab,
‘Aku adalah amal burukmu, demi Allah aku telah menyaksikan dirimu sangat malas
melakukan ketaatan kepada Allah dan gemar melakukan maksiat.
Lalu
Allah mendatangkan malaikat yang bisu lagi tuli dengan membawa besi yang mampu
membuat gunung menjadi debu, lantas orang tersebut dipukuli hingga
menjerit-jerit sampai bisa didengar oleh makhluk kecuali jin dan manusia,
kemudian ruh orang tersebut dikembalikan
ke dalam jasadnya untuk menerima pukulan berikutnya.
Berkata
Imam Haramain dan al-Faqih Ibnu al-‘Arabi dan Imam Saifuddin al-Amidi,
اتفق سلف الأمة قبل ظهور
المخالف, وأكثرهم بعد ظهوره على إثبات أحياء الموتى في قبورهم, ومسألة الملكين
لهم, وإثبات عذاب القبر للمجرمين والكافرين
Artinya:
Telah bersepakat ulama salaf, sebelum munculnya perbedaan pendapat, bahwa orang
yang meninggal dunia akan kembali dihidupkan di dalam kuburmya, juga tentang pertanyaan dua
orang malaikat, dan siksa kubur bagi orang-orang yang berbuat dosa.
Sedangkan firman
Allah s.w.t.وَأَحْيَيْتَنَا اثْنَتَيْنِ “dan engkau
telah menghidupkan kami dua
kali.”(al-Ghafir: 11) maksudnya adalah, kehidupan di alam kubur dan kehidupan di alam
Mahsyar.
Ketahuilah
bahwa sesungguhnya hadits tentang Malaikat Maut, dan derajat di akhirat, adalah
perkara yang bersifat mutasyabihat yang tidak ada analisis rasional di
dalamnya. Manusia benar-benar diuji untuk mempercayainya.
Telah
sepakat kelompok Ahlussunah bahwa orang yang meninggal dunia mampu mengambil
manfaat dari amalan orang yang masih hidup. Hal ini setidak-tidaknya dalam dua
hal: pertama, Shadaqah Jariyah, dan kedua, Doa orang- orang muslim, dan
lain-lain. Tetapi para ulama berbeda pendapat mengenai bentuk ibadah fisik.
Seperti puasa, shalat, bacaan al-Qur’an, dan alunan dzikir.
Mayoritas para
ulama’ berpendapat, bahwa pahala
dari semua hal-hal di atas bisa sampai kepada mayit. Sedangkan para ahli bid’ah
mengatakan, bahwa pahala tersebut tidak bisa sampai kepada mayit.
Pendapat
yang terakhir ini mendasarkan pada al-Qur’an dan Sunah sebagai berikut:
وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ
إِلَّا مَا سَعَى
Artinya:
Dan sesungguhnya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang
diusahakannya. (QS. al-Najm: 39)
Namun
demikian ayat di atas tidak menafikan kemungkinan seseorang mendapatkan manfaat
dari usaha orang lain. Yang dinafikan oleh Allah dalam ayat itu adalah
kemungkinan untuk memiliki sesuatu yang tidak dia upayakan. Karena seseorang
(dalam ibadah) dapat menghadiahkana pahalanya untuk dirinya atau untuk orang
lain. Karena Allah s.w.t. tidak berfirman dengan
إنه لا ينتفع إلا بما سعى
“sesungguhnya seseorang tidak bisa
mengambil manfaat kecuali apa yang telah dia usahakan.“
PENUTUP
و هذا آخر الكتاب. والله أعلم
بالصواب, وإليه المرجع و المآب, وهو حسبي ونعم الوكيل, ولاحول ولا قوة إلا بالله
العلي العظيم. وصلى الله على سيدنا محمد و على آله وأصحابه والتابعين وتابع التابعين لهم
بإحسان إلى يوم الدين. والحمد لله رب العالمين.
Demikian
akhir pembahasan kitab ini, Allahlah yang mengetahui kebenarannya, dan hanya
kepadanya tempat kembali yang abadi, Dialah Dzat yang mencukupiku dan sebagai
wakil yang terbaik, tiada daya upaya kecuali dari Allah s.w.t. yang maha tinggi
dan maha agung.
Semoga
shalawat dan salam tetap tercurah kepada Nabi Muhammad s.a.w. kepada keluarga,
dan sahabatnnya, serta generasi tabi’in, dan pengikut para tabi’in sampai hari
kiamat. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar