Sabtu, 04 Februari 2017

Ketika Ilmu Tidak Lagi Diagungkan


ومن تعظيم العلم: تعظيم الكتاب، فينبغى لطالب العلم أن لا يمد الرجل الى الكتاب وان لايضعه على البلاط الذى قعد فيه ووان لايضع شيئا فوقه
Termasuk mengagungkan ilmu adalah mengagungkan kitab.
Seorang santri seharusnya :
1. Tidak menyelonjorkan kaki ke arah kitab,
2. Tidak meletakkan kitab di tempat ia duduk (lantai, bangku dan sejenisnya sehingga kitabnya sejajar dengan pantat).
3. Tidak meletakkan sesuatu diatas kitab.

ايها الإخوان انى قد وجدت فى بعض المعاهد والمدارس والأماكن كثيرا من الطلاب حال التعلم والمطالعة والمذاكرة او المشاورة يضعون كتبهم على البلاط الذى قعدوا فيه
Wahai saudara-saudaraku, sungguh saya telah menjumpai di sebagian pesantren, madrasah, dan beberapa tempat banyak santri ketika mengaji, muthala'aah, mudzakarah atau musyawarah kitab, mereka meletakkan kitab di lantai atau tempat yang mereka duduki (sehingga kitab itu setara dan sejajar dengan kaki dan pantat mereka.

ما شاء الله....
لو قدر الكتاب ان يتكلم تكلمهم: عجبا لكم ايها الطلاب....
تريدون علوما نافعة مباركة ولكنكم لاتعظموننى ولا تحرموننى ولاتكرمونى. فكيف تنالوا علوما نافعة مباركة اذا كنتم كذلك
Ma syaaa-allah....
Andaikan kitab itu bisa bicara, maka kitab itu akan ngomong kepada mereka: "Sungguh menakjubkan bagimu wahai santri....., kamu mengharapkan ilmu yang manfaat dan barakah, tapi kamu malah tidak mengagungkan aku, tidak menghormati aku dan tidak memuliakan aku. Bagaimana kamu akan mendapatkan ilmu yang manfaat dan barakah jika kamu bersikap demikian?."
Jika pesantren dan madrasah sudah tidak ada keteladanan adab dan tatakrama, kemana lagi tarbiyah adab akan dicari? ....
Di pasar kah? ...
Di mall kah?....
Mari kita benahi kekeliruan ini, supaya santri-santri kita bisa mendapatkan ilmu yang manfaat dan barakah. Aamiin .

Mari kita teladani sekelumit cerita wali di bawah ini.
"Bisyr Bin Al-Harits Al-Hafy."
Abu Nashr Bisyr bin Al-Harits Al-Hafy lahir di dekat kota Merv sekitar tahun 150 H/767 M. Setelah meninggalkan hidup berfoya-foya, ia mempelajari Hadits di Baghdad, kemudian meninggalkan pendidikan formal untuk hidup sebagai pengemis yang terlunta-lunta, kelaparan dan bertelanjang kaki. Bisyr meninggal di kota Baghdad tahun 227 H/841 M. Ia sangat dikagumi oleh Imam Ahmad bin Hambal dan dihormati oleh Khalifah al Ma’mun.

Pertaubatan Bisyr Si Manusia Berkaki Telanjang.
Bisyr si manusia berkaki telanjang, lahir di Merv dan menetap di Baghdad. Sewaktu muda, ia adalah seorang pemuda berandal. Suatu hari dalam keadaan mabuk, ia berjalan terhuyung-huyung, tiba-tiba ia temukan secarik kertas bertuliskan: “Dengan nama Allah Yang Maha pengasih lagi Maha Penyayang.” Bisyr lalu membeli minyak mawar untuk memerciki kertas itu kemudian menyimpannya di tempat yang tinggi dengan hati-hati di rumahnya.
Malam harinya seorang manusia suci bermimpi. Dalam mimpi itu ia diperintah Allah untuk mengatakan kepada Bisyr: “Engkau telah mengharumkan nama-Ku, maka Aku pun telah mengharumkan dirimu. Engkau telah memuliakan nama-Ku, maka Aku pun telah memuliakan dirimu. Engkau telah mensucikan nama-Ku, maka Aku pun telah mensucikan dirimu. Demi kebesaran-Ku, niscaya Ku-harumkan namamu, baik di dunia maupun di akhirat nanti.”
“Bisyr adalah seorang pemuda berandal,” si manusia suci itu berpikir, “mungkin aku telah bermimpi salah.”
Oleh karena itu ia pun bersuci, shalat kemudian tidur kembali, namun tetap saja mendatangkan mimpi yang sama. Ia ulangi perbuatan itu untuk ketiga kalinya, ternyata tetap mengalami mimpi yang demikian juga. Keesokan harinya pergilah ia mencari Bisyr. Dari seseorang yang ditanyanya, ia mendapat jawaban, “Bisyr sedang mengunjungi pesta buah anggur.”
Maka pergilah ia ke rumah orang yang sedang berpesta itu. Sesampainya di sana, ia bertanya, “Apakah Bisyr ada di tempat ini?”
“Ada, tetapi ia dalam keadaan mabuk dan lemah tak berdaya.”
“Katakanlah kepada Bisyr bahwa ada pesan yang hendak kusampaikan kepadanya,” manusia suci itu berkata.
“Pesan dari siapa?” Tanya Bisyr.
“Dari Allah,” jawab si manusia suci.
“Aduhai!” Bisyr berseru dengan air mata berlinang. “Apakah pesan untuk mencela atau untuk menghukum diriku? Tetapi tunggulah sebentar, aku akan pamit kepada sahabat-sahabatku terlebih dahulu.”
“Sahabat-sahabat,” ia berkata kepada teman-teman minumnya. “Aku dipanggil, oleh karena itu aku harus meninggalkan tempat ini. Selamat tinggal! Kalian tidak akan pernah melihat diriku lagi dalam keadaan seperti ini.”
Sejak saat itu tingkah laku Bisyr berubah sedemikian salehnya sehingga tidak seorang pun yang mendengar namanya tanpa kedamaian Ilahi menyentuh hatinya. Bisyr telah memilih jalan penyangkalan diri. Sedemikian asyiknya ia menghadap Allah bahkan mulai saat itu ia tak pernah lagi memakai alas kaki. Inilah sebabnya mengapa Bisyr dijuluki si manusia berkaki telanjang.
Apabila ditanya, “Bisyr, apakah sebabnya engkau tak pernah memakai alas kaki?” Jawabnya, “Ketika aku berdamai dengan Allah, aku sedang berkaki telanjang. Sejak saat itu aku malu mengenakan alas kaki. Apalagi bukankah Allah Yang Maha Besar telah berkata, “Telah Kuciptakan bumi sebagai permadani untukmu,” Dan bukankah tidak pantas apabila berjalan memakai sepatu di atas permadani raja?”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar