Kamis, 02 Februari 2017

Antara Sehat & Afiyat

Sehat...
Ooh... alangkah mahal hargamu.
Itu rintihan saat kita sedang terbaring sakit.
Tiba-tiba saja kita merindukan kata sehat. Sebelumnya, kesehatan itu kita sia-siakan dengan menuruti pola hidup berantakan.
Kebutuhan tinggi terhadap sehat memopulerkan profesi tabib, dukun, perawat, bidan, dokter, ahli altetrnatif, dan sebagainya. Saat sembuh kita menghaturkan ribuan terima kasih pada mereka.
Tak lupa kita membalas jasanya dengan sejumlah uang (yang sering kali berjumlah lumayan besar).

Kita berlaku demikian luhur berhubung merasa telah diberi sehat oleh mereka.
Namun kita acap kali lupa bersyukur tatkala Allah memberikan kesehatan begitu lama secara cuma-cuma.
Sejatinya dokter dan berbagai profesi sejenisnya tak kuasa secuil pun memberi kesembuhan dan kesehatan.
Apapun kehebatannya, mereka tak sanggup menyehatkan pasien.
Mereka hanya punya kuasa usaha mengobati. Sedangkan sehat tetap saja nikmat anugerah dari Allah SWT yang tiada terkira harganya.
Allah tak pernah managih bayaran apapun. Malahan melalui utusan-Nya, Allah berpesan agar kita memakai kesehatan itu dengan semestiya.
Sebab itulah dalam wasiatnya Rasul Saw. mengingatkan, “Manfaatkanlah waktu sehatmu sebelum sakit itu tiba.”
Sehat berbeda dengan afiat, karena kata wal berarti ‘dan’ adalah kata penghubung yang sekaligus menunjukkan adanya perbedaan antara sehat dengan afiat.
Ahli tafsir kenamaan Habib Quraish Shihab menyatakan bahwa kata afiat diartikan sebagai perlindungan Allah untuk hamba-Nya dari segala macam bencana dan tipu daya. Maka kata afiat dapat diartikan sebagai berfungsinya anggota tubuh manusia sesuai dengan tujuan penciptaannya.
Sedangkan sehat diartikan sebagai keadaan baik bagi segenap anggota badan.
Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa mata yang sehat adalah mata yang dapat melihat maupun membaca tanpa menggunakan kacamata.
Tetapi, mata yang afiat adalah yang dapat melihat dan membaca objek-objek yang bermanfaat serta mengalihkan pandangan dari objek-objek yang terlarang, karena itulah fungsi yang diharapkan dari penciptaan mata.
Ada pepatah Latin yang rajin kita hafal ketika masih sekolah berseragam merah putih, "men sana in corpore sano".
Maksudnya, di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat pula.
Naumn pepatah ini sering tak selaras dengan kenyataan.
Orang yang sehat tubuh, justru jiwanya sakit parah, Meskipun tidak gila dalam arti tidak waras, jiwa yang sakit itu tercermin dari berbagai sifat buruk yang dilahirkannya.
Nah, yang lebih baik justru semboyan sehat wal afiat.
Sebab pemaknaannya lebih luas, meliputi aspek kesehatan lahir-batin.
Jadi, cukup mulia doa yang sering kita tulis di hampir setiap awal paragrap surat atau awal sms: “semoga saudara selalu dalam keadaan sehat wal afiat.”
Kita mendoakan agar tubuhnya yang segar bugar itu juga bisa dipakai untuk tujuan yang menyehatkan batin.
Lebih lanjut, kesehatan batin menyokong terwujudnya kesehatan perilaku social.
Orang yang sehat badan tapi sakit batin, dia akan merusak lingkungan sekitarnya.
Orang yang sakit tubuhnya tapi sehat batinnya juga susah membantu orang lain, sebab sudah direpotkan oleh penyakit yang bercokol di tubuhnya sendiri.
Baiknya kita perhatikan rumusan kesehatan MUI dalam Musyawarah Nasional Ulama tahun 1983 yang merumuskan kesehatan sebagai ketahanan jasmaniah, ruhaniah dan social yang dimiliki manusia. Karunia Alah ini wajib disyukuri dengan mengamalkan tuntunan-Nya dan memelihara serta mengembangkannya.
Oleh sebab itu, selain kesehatan jasmani termasuk juga kesehatan batin saat kita saling mendoakan agar selalu sehat wal afiat.
Aamiin……
Mugi kita sedaya pinaringan SEHAT WAL AFIAT..Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar