Pembatasan aktivitas sosial di tengah pandemi Corona memiliki
dampak besar pada momentum hari raya Idul Fitri tahun ini. Salah satunya ialah
larangan mudik bagi masyarakat perantauan atau pembatasan sosial bagi
masyarakat pada umumnya. Sehingga berkumpul bersama keluarga atau berkunjung ke
rumah sanak saudara menjadi hal yang sulit atau bahkan tidak memungkinkan.
Untuk itu, banyak dari mereka memanfaatkan smartphone untuk melakukan
silaturahim via daring (online) bersama keluarga dan kerabat.
Dalam sudut pandang syariat, silaturahim dapat diaplikasikan sesuai
keadaan, situasi dan kondisi. Imam an-Nawawi menjelaskan:
وَأَمَّا صِلَةُ الرَّحِمِ فَهِيَ
الْإِحْسَانُ إِلَى الْأَقَارِبِ عَلَى حَسَبِ حَالِ الْوَاصِلِ وَالْمَوْصُولِ
“Adapun menyambung kekerabatan (silaturahim) ialah berbuat baik
pada para kerabat sesuai keadaan orang yang menyambung dan orang yang
disambung.” (Syarh an-Nawawi ‘ala Muslim, II/201)
Dengan demikian, tak heran jika silaturrahim dapat dilakukan dengan
banyak cara. Tidak harus saling berkunjung ke rumah antara satu dengan yang
lain. Imam Syihabuddin ar-Ramli menuturkan:
وَتُسَنُّ صِلَةُ الْقَرَابَةِ وَتَحْصُلُ
بِالْمَالِ وَقَضَاءِ الْحَوَائِجِ وَالزِّيَارَةِ وَالْمُكَاتَبَةِ
وَالْمُرَاسَلَةِ بِالسَّلَامِ وَنَحْوِ ذَلِكَ
“Disunahkan menyambung tali kekerabatan. Hal itu dapat dilakukan
dengan media harta, memenuhi kebutuhannya, mengunjunginya, saling mengirim
pesan dan ucapan salam atau sesamanya.” (Nihayah al-Muhtaj, V/422)
Maka dari itu, silaturahim via daring (online) sudah dianggap cukup
menimbang adanya aturan pembatasan sosial yang ditetapkan pemerintah di
beberapa wilayah tertentu, khususnya zona merah. Bahkan hal tersebut menjadi
media silaturahim paling relevan untuk situasi dan kondisi seperti saat ini. waAllahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar