KH. Ahmad Ishomuddin
Sudah seringkali saya ingatkan agar setiap umat
Islam berhati-hati agar mengambil ilmu agama langsung dari para ahlinya, yakni
dari para ulama, kyai, ustadz, tuan guru, yang jelas mata rantai pengambilan
ilmunya (isnad), telah populer akan kedalaman ilmunya dan kesalehannya. Jangan
belajar justru secara kepada sembarang ustadz atau ustadz yang sembarangan.
Karena kini sebagian umat Islam sudah gampang memberi predikat ustadz kepada
siapa saja yang pintar ceramah agama, pintar membual soal agama dan politik
sambil sesekali melawak atau menghibur para pendengarnya, dan
"berani" mengecam sana sini. Persoalan yang mereka panggil ustadz itu
pada hakekatnya sungguh tidak paham ilmu-ilmu agama tidak menjadi masalah,
karena mereka yang menggelarinya juga tidak paham.
Dunia keberagamaan kita kini sepertinya sudah
jungkir balik dan penilaian masyarakat awam juga sudah terbalik-balik. Para
tokoh agama yang dikenal luas dan mendalam ilmu agamanya, diperoleh dari
silsilah/sanad keilmuan yang jelas, dan dikenal berakhlak baik tidaklah mereka
gandrungi. Sebaliknya justru mereka benci, mereka fitnah dengan stigma-stigma
negatif seperti Syi'ah, liberal, munafik, ulama su', penjilat pemerintah dan
sebagainya berupa kalimat-kalimat yang tidak menunjukkan adanya kesantunan dan
kecerdasan dalam beragama itu sendiri.
Akibat buruk dari belajar agama secara instan
kepada para ustadz "hijrah karbitan" adakah sebagian masyarakat
menjadi terombang-ambing, kebingungan, dan labil dalam beragama. Para ustadz
abal-abal yang sangat senang terkenal di media sosial itu karena tidak memunyai
basis ilmu-ilmu keislaman yang kokoh dan disertai semangat yang menggelora
menjadi sangat mudah tergelincir dalam menafsirkan ajaran agama, cenderung
tekstualis, beragama secara eksklusif, sempit wawasan, tidak bijaksana, mudah
menyalahkan pihak lain, menjadi intoleran, sesat dan menyesatkan, dan pada
ujungnya mencari pengikut sebanyak mungkin untuk tujuan-tujuan yang bersifat
duniawi.
Jejak-jejak digital di Youtube masih menyisakan
berserakan bukti yang sangat mudah kita akses untuk sekedar melihat segala
bentuk dan model "ustadz" yang sangat sembarangan dalam mengutip
dalil, berupa al-Quran dan al-hadits, yang lepas dari konteksnya, dimaknai
semaunya, diletakkan bukan pada tempatnya, dijelaskan tanpa landasan ilmu,
disimpulkan sendiri hukum-hukumnya dengan mengikuti hawa nafsunya (tanpa
syarat-syarat ilmiah dan syarat-syarat kepribadian), dikutip untuk menyerang
siapa saja yang dianggapnya memusuhi atau merusak agama, dan tentu saja
dipolitisasi untuk menjaring pengikut setia sebanyak-banyaknya. Para ustadz
dengan karakteristik sebagaimana yang saya gambarkan itu hendaknya segera
ditinggalkan dan janganlah diikuti karena telah jauh menyimpang dari rel agama,
tidak membawa umat ke dalam hidup yang maslahat, melainkan menjerumuskan umat
ke jurang kehidupan dunia-akhirat yang sangat berbahaya.
Contoh yang sedang ramai diperbincangkan di
media sosial adalah tentang seorang "ustadz hijrah" yang menyebut
bahwa nabi Muhammad pernah termasuk sesat sebelum beliau diutus menjadi rasul
dan oleh karena itu tidak boleh memeringati hari lahirnya. Cukup jelas bahwa
pernyataan itu dilatar belakangi oleh dorongan hawa nafsu karena menafsirkan
kata "dlāllan" dengan kesesatan, suatu penafsiran yang tidak pernah
dijelaskan oleh para mufasir kenamaan dalam kitab-kitab tafsir terdahulu. Tentu
kata "dlāllan" pada Qs. al-Dluha itu tidak bermakna sesat dalam arti
tidak tahu atau menyimpang dari Islam, karena maksud firman Allah tersebut
konteks (sabab nuzul)nya adalah menghibur Rasulullah dengan mengingatkan bahwa
pada saat belum diturunkan wahyu kepadanya, beliau dalam kondisi bingung, yakni
tidak mengetahui arah yang benar, hingga kemudian Allah memberikan petunjuknya.
Dengan menelaah karya-karya tafsir al-Quran kita bisa mendapati beberapa versi
penafsiran atas maksud kata "dlāllan" dalam Qs. al-Dluha itu dari
para mufasir. Tentu saja tidak cukup mengandalkan terjemah al-Quran dan sekedar
tahu arti kosa kata bahasa Arab menurut kamus untuk menafsirkan ayat-ayat
al-Quran yang memiliki makna yang sangat dalam itu. Ada sekian syarat ilmiah
dan kepribadian untuk mampu menafsirkan ayat-ayat al-Quran yang tidak sembarang
ustadz bisa memenuhinya.
BENARKAH NABI DULU PERNAH SESAT?
Ma'ruf Khozin, Pengasuh Rubrik Kajian Aswaja
Majalah NU Aula
Na'udzu Billah, semoga kita dijauhkan dari
keyakinan seperti itu.
"Ustadz Hijrah" (informasinya, sudah
minta maaf) ini bukan yang pertama kali menyatakan demikian. Di video yang
tersebar dia sempat menanyakan kepada ustadz di sebelahnya yang menegaskan
bahwa makna 'Dlaallan' adalah sesat, berarti Nabi pernah menjadi sesat. Dan
jauh sebelumnya sudah ada Ust Mahrus Ali yang mengaku Mantan Kyai NU, juga
menulis di salah satu bukunya yang menggugat Amaliah NU bahwa Nabi dulunya juga
sesat.
Ada 2 dalil yang disampaikan oleh mereka.
Dalil pertama: "Dan Dia mendapatimu
sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk." (Ađ-Đuĥaá: 7)
Dalil kedua: "Dan demikianlah Kami
wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu
tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah
iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan
dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu
benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus." (Ash-Shūraá: 52)
Jawaban Dalil pertama
- Penafsiran Sahabat yang digelari Turjuman
(interpretator) Al-Quran, Ibnu Abbas
ﻭﺃﺧﺮﺝ
اﺑﻦ ﻣﺮﺩﻭﻳﻪ ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻤﺎ ﻓﻲ ﻗﻮﻟﻪ: {ﻭﻭﺟﺪﻙ ﺿﺎﻻ ﻓﻬﺪﻯ{
Ibnu Marduwaih meriwayatkan dari Ibnu Abbas
Radhiyallahu Anhuma, ketika menafsirkan firman Allah yang artinya: "Dan
Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan
petunjuk." (Ađ-Đuĥaá: 7)
ﻗﺎﻝ:
ﻭﺟﺪﻙ ﺑﻴﻦ ﺿﺎﻟﻴﻦ ﻓﺎﺳﺘﻨﻘﺬﻙ ﻣﻦ ﺿﻼﻟﺘﻬﻢ
Ibnu Abbas berkata: "Allah menemukanmu
diantara orang-orang yang sesat (Jahiliah), lalu Allah menyelamatkanmu dari
kesesatan mereka" (Al-Hafidz As-Suyuthi, Ad-Durr Al-Mantsur 8/544)
- Penafsiran Ulama Ahli Tafsir
ﻭﻗﺎﻝ ﻗﻮﻡ: ﻭﻭﺟﺪﻙ ﺿﺎﻻ
ﺃﻱ ﻓﻲ ﻗﻮﻡ ﺿﻼﻝ، ﻓﻬﺪاﻫﻢ اﻟﻠﻪ ﺑﻚ. ﻫﺬا ﻗﻮﻝ اﻟﻜﻠﺒﻲ ﻭاﻟﻔﺮاء. ﻭﻋﻦ اﻟﺴﺪﻱ ﻧﺤﻮﻩ، ﺃﻱ ﻭﻭﺟﺪ
ﻗﻮﻣﻚ ﻓﻲ ﺿﻼﻝ، ﻓﻬﺪاﻙ ﺇﻟﻰ ﺇﺭﺷﺎﺩﻫﻢ.
Sebagian ulama berkata: "Yang dimaksud
adalah Allah menemukanmu diantara umat yang tersesat lalu Allah memberi
petunjuk kepada mereka denganmu". Ini adalah pendapat Al-Kulabi, Al-Farra'
dan As-Suddi. Yakni Allah menemukan kaummu dalam kesesatan, lalu memberi
petunjuk kepadamu agar membimbing mereka"
(Tafsir Al-Qurthubi 20/97)
Jawaban untuk dalil kedua:
ﻭﺃﺧﺮﺝ ﺃﺑﻮ ﻧﻌﻴﻢ ﻓﻲ
اﻟﺪﻻﺋﻞ ﻭاﺑﻦ ﻋﺴﺎﻛﺮ ﻋﻦ ﻋﻠﻲ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻗﺎﻝ: ﻗﻴﻞ ﻟﻠﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: ﻫﻞ
ﻋﺒﺪﺕ ﻭﺛﻨﺎ ﻗﻂ ﻗﺎﻝ: ﻻ ﻗﺎﻟﻮا: ﻓﻬﻞ ﺷﺮﺑﺖ ﺧﻤﺮا ﻗﻂ ﻗﺎﻝ: ﻻ ﻭﻣﺎ ﺯﻟﺖ ﺃﻋﺮﻑ اﻟﺬﻱ ﻫﻢ ﻋﻠﻴﻪ
ﻛﻔﺮ (ﻭﻣﺎ ﻛﻨﺖ ﺃﺩﺭﻱ ﻣﺎ اﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭﻻ اﻹﻳﻤﺎﻥ) ﻭﺑﺬﻟﻚ ﻧﺰﻝ اﻟﻘﺮﺁﻥ (ﻣﺎ ﻛﻨﺖ ﺗﺪﺭﻱ ﻣﺎ اﻟﻜﺘﺎﺏ
ﻭﻻ اﻹﻳﻤﺎﻥ(
Abu Nuaim meriwayatkan dalam kitab Ad-Dalail
dan Ibnu Asakir dari Ali Radhiyallahu Anhu bahwa Nabi shalallahu alaihi
wasallam pernah ditanya: "Apakah engkau pernah menyembah berhala?"
Nabi menjawab: "Tidak". Mereka bertanya: "Pernahkah engkau minum
khamr?" Nabi menjawab: "Tidak. Aku tidak pernah tahu (ikut) tentang
kekufuran yang mereka lakukan. Dan aku belum tahu apa kitab dan iman".
Lalu turun ayat: "Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al
Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu" [Asy-Syuraa 52]"
(Tafsir Ad-Durr Al-Mantsur 7/367)
Mufti Al-Azhar, Mesir, menegaskan:
ﺇﺟﻤﺎﻉ ﺃﻫﻞ اﻟﻤﻠﻞ ﻋﻠﻰ
ﺃﻥ اﻟﺸﺮﻙ ﻣﺴﺘﺤﻴﻞ ﻋﻠﻰ اﻷﻧﺒﻴﺎء ﻗﺒﻞ اﻟﺒﻌﺜﺔ ﻭﺑﻌﺪﻫﺎ، ﻓﻼ ﻳﺼﺢ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﻘﺼﻮﺩا ﻣﻦ اﻵﻳﺔ
Semua pengikut agama telah sepakat bahwa
kesyirikan adalah mustahil bagi para Nabi, sebelum diangkat menjadi Nabi atau
sesudahnya. Maka tidak benar jika 'sesat' adalah tafsiran dari ayat ini
(Adl-Dluha 7)" (Fatawa Al-Azhar 8/197)
Penutup:
Sebenarnya ada 2 tema yang akan diserang oleh
ustadz ini, yaitu melarang Maulid Nabi sekaligus meyakini Nabi pernah sesat
sebelum menjadi Nabi. Namun sayang dalilnya dusta semua.
Saya tidak pernah mencegah dakwah para ustadz
hasil produk kilat 'hijrah' ini. Tapi tolong jangan pernah bicara dalil dan
istinbath dari dalil, karena belum cukup umur.
BENARKAH NABI MUHAMMAD ITU SESAT SEBELUM
MENJADI NABI?
Nadirsyah Hosen
Beredar luas ceramah seorang Ustaz, yang tengah
naik daun di kalangan anak muda, yang mengatakan bahwa maulid Nabi Muhammad itu
seolah memeringati sesatnya Nabi Muhammad. Karena menurutnya, Nabi Muhammad
dilahirkan dalam keadaan sesat.
Ustaz yang pernah mengaku tidak lulus
pesantren, dan pernah di penjara, lantas kemudian hijrah itu, berpendapat bahwa
hal itu mengacu pada QS ad-Dhuha ayat 7, yang berbunyi:
وَوَجَدَكَ ضَالًّا فَهَدَىٰ
Kata dhallan dalam ayat tersebut diartikan
sebagai sesat oleh sang Ustaz. Dengan bertanya pada seorang Ustaz lain yang ada
disampingnya, ayat tersebut diterjemahkan menjadi “ketika Allah mendapatimu
dalam keadaan SESAT lalu Allah memberimu petunjuk”.
Terjemah semacam ini berbeda dengan terjemahan
Kemenag:
“Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang
bingung, lalu Dia memberikan petunjuk”
Menerjemahkan kata dhall dalam konteks surat
ini sebagai sesat amat sangat berbahaya.
Bagaimana kalau kita lihat kitab Tafsir?
Tafsir at-Thabari mengutip penjelasan as-Suddi
yang mengatakan:
وقال السدي في ذلك
ما حدثنا ابن حميد ، قال : ثنا مهران ، عن السدي ( { ووجدك ضالا } ) قال : كان على
أمر قومه أربعين عاما . وقيل : عني بذلك : ووجدك في قوم ضلال فهداك .
Jadi kebingungan atau “kesesatan” itu berkenaan
dg kaum jahiliah dimana Nabi tinggal bersama mereka selama 40 tahun sebelum
mendapatkan wahyu.
Dengan demikian yang sesat itu mereka, bukan
Nabi. Nabi dalam kondisi galau atau kebingungan menghadapi kaumnya itu. Sampai
kemudian diberi petunjuk berupa wahyu oleh Allah. Kalau Nabi juga sesat saat
itu, lha apa bedanya sama kaum jahiliyah? Bahaya banget kan penjelasan Ustaz yg
terkenal dengan sebutan gapleh ini (gaul tapi soleh). Janganlah menyamakan
kondisi pribadi sang ustaz sebelum dia hijrah dengan kondisi Muhammad bin
Abdullah sebelum menerima wahyu.
Sayid Quthb dalam kitab tafsirnya Fi Zhilalil
Qur’an menjelaskan lebih jauh:
“Dulu kamu dibesarkan di lingkungan jahiliah
dengan pandangan hidup mereka dan kepercayaan mereka yang kacau balau, beserta
perilaku dan tata kehidupan yang menyimpang dari jalur kebenaran. Kemudian
Allah memberikan petunjuk kepadamu dengan wahyu yang diturunkanNya kepadamu dan
dengan manhaj yang kamu bisa berhubungan denganNya. Petunjuk dari kebingungan
akan akidah dan kesesatan kelompok tersebut merupakan nikmat yang sangat besar
dari Allah.”
Ibn Katsir dalam kitab tafsirnya menjelaskan:
وَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ [إِنَّ] الْمُرَادَ بِهَذَا
أَنَّهُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، ضَلَّ فِي شِعَابِ مَكَّةَ وَهُوَ صَغِيرٌ، ثُمَّ
رَجَعَ. وَقِيلَ: إِنَّهُ ضَلَّ وَهُوَ مَعَ عَمِّهِ فِي طَرِيقِ الشَّامِ،
وَكَانَ رَاكِبًا نَاقَةً فِي اللَّيْلِ، فَجَاءَ إِبْلِيسُ يَعْدِلُ بِهَا عَنِ
الطَّرِيقِ، فَجَاءَ جِبْرِيلُ، فَنَفَخَ إِبْلِيسَ نَفْخَةً ذَهَبَ مِنْهَا إِلَى
الْحَبَشَةِ، ثُمَّ عَدَلَ بالراحلة إلى الطريق. حكاهما البغوي
“Di antara ulama ada yang mengatakan bahwa
makna yang dimaksud ialah sesungguhnya Nabi Saw. pernah tersesat di
lereng-lereng pegunungan Mekah saat ia masih kecil, kemudian ia dapat pulang
kembali ke rumahnya. Menurut pendapat yang lain, sesungguhnya ia pernah
tersesat bersama pamannya di tengah jalan menuju ke negeri Syam. Saat itu Nabi
Saw. mengendarai unta di malam yang gelap, lalu datanglah iblis yang
menyesatkannya dari jalur jalannya. Maka datanglah Malaikat Jibril yang
langsung meniup iblis hingga terpental jauh sampai ke negeri Habsyah. Kemudian
Jibril meluruskan kembali kendaraan Nabi Saw. ke jalur yang dituju. Kedua kisah
ini diriwayatkan dari al-Bahgawi.”
Ibn Katsir menerangkan kata dhall itu dalam
konteks nyasar atau tersesat dalam perjalanan. Bukan tersesat dalam arti tauhid
ataupun kesalahan lainnya.
Biar komplit saya kutip di bawah ini dari Imam
Mawardi dalam kitab tafsirnya an-Nukat wal ‘Uyun:
}وَوَجَدَكَ ضالاًّ فَهَدَى } فيه تسعة
تأويلات:
أحدها: وجدك لا تعرف الحق فهداك إليه، قاله
ابن عيسى.
الثاني: ووجدك ضالاً عن النبوة فهداك
إليها، قاله الطبري.
الثالث: ووجد قومك في ضلال فهداك إلى
إرشادهم، وهذا معنى قول السدي.
الرابع: ووجدك ضالاً عن الهجرة فهداك إليها.
الخامس: ووجدك ناسياً فأذكرك، كما قال
تعالى: { أن تَضِل إحداهما {.
السادس: ووجدك طالباً القبلة فهداك إليها،
ويكون الضلال بمعنى الطلب، لأن الضال طالب.
السابع: ووجدك متحيراً في بيان من نزل عليك
فهداك إليه، فيكون الضلال بمعنى التحير، لأن الضال متحير.
الثامن: ووجدك ضائعاً في قومك فهداك إليه،
ويكون الضلال بمعنى الضياع، لأن الضال ضائع.
التاسع: ووجدك محباً للهداية فهداك إليها،
ويكون الضلال بمعنى المحبة، ومنه قوله تعالى: { قالوا تاللَّه إنك لفي ضلالك القديم
} أي في محبتك
Beliau menjelaskan ada sembilan makna ayat ini,
yaitu dalam konteks ketidakmengertian akan al-haq (kebenaran), masalah
kenabian, kaum jahiliyah, hijrah, lupa, mencari qiblat, ayat yang diturunkan,
kesempitan/kehilangan urusan umat, bahkan ada pula yang memaknainya dengan
menyenangi petunjuk, maka diberilah petunjuk.
Dari penjelasan di atas tidak ada ulama yang
mengatakan Nabi Muhammad itu lahir dalam keadaan sesat. Tidak ada pula ulama
yang mengatakan beliau sesat sebelum diangkat menjadi Nabi. Justru sekian
banyak riwayat mengatakan sejak kecil beliau dijaga Allah untuk tidak pernah
menyembah berhala.
Pertanyaannya: kalau kaum jahiliyah di sekitar
beliau saat itu menyembah berhala, lantas apa yang dilakukan oleh beliau
sebelum diangkat sebagai Rasul?
Imam Alusi dalam kitab Tafsir Ruh al-Ma’ani
menjelaskan bahwa sebelum diangkat menjadi Nabi, Muhammad bin Abdullah
mengikuti agama yang hanif, yang berasal dari ajaran Nabi Ibrahim.
Begitu pula Ibn Hajar dalam kitab Fathul Bari
saat menjelaskan riwayat “Aku diutus dengan agama yang hanif dan samhah” beloau
menulis:
قال رسول الله صلي الله عليه و سلم : بعثت بالحنيفية
السمحة, الحنيفية :أي ملة ابراهيمية, والحنيف المائل عن الباطل وسمي ابراهيم عليه
السلام حنيفا لأنه مال عن عبادة الأوثان. السمحة: السهلة والملة السمحة هي الملة
التي لا حرج فيها ولا تضييق علي الناس وهي الملة الاسلام ,جمع بين حنيفية و كونها
سمحة فهي حنيفية في التوحيد سهلة في العمل. انتهي الوجيز في قواعد الفقه الكلية د.
طلعت عبد الغفار حجاج جامعة الأزهر كلية الدراسات الاسلامية والعربية للبنات
“al-Hanifiyah yaitu Millah Ibrahim, dan Hanif
(lurus) yang menyimpang dari kebatilan dan dinamakan Ibrahim As sebagai seorang
yang Hanif kerana beliau tidak menyembah berhala. As-samhah, yaitu mudah dan
jalan (agama) yang mudah. Maknanya jalan (agama) yang tiada kepayahan padanya
dan tiada kesempitan pula kepada manusia untuk mengamalkannya dan itu adalah
millah (agama) Islam, dihimpunkan di antara hanifiyah dan samhah karena lurus
pada Tauhid dan mudah dalam hal pengamalan.”
Jadi jelaslah bahwa Muhammad bin Abdullah itu
bukan orang sesat dan tidak mengikuti kepercayaan kaum jahiliyah saat beliau
belum menjadi Nabi.
Lantas apakah Nabi Muhammad itu pernah
melakukan dosa saat sebelum diangkat menjadi Nabi?
Mari kita simak penjelasan kitab Mausu’ah
al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah:
وَالأْنْبِيَاءُ مَحْفُوظُونَ بَعْدَ النُّبُوَّةِ مِنَ
الذُّنُوبِ الظَّاهِرَةِ كَالْكَذِبِ وَنَحْوِهِ، وَالذُّنُوبِ الْبَاطِنَةِ،
كَالْحَسَدِ وَالْكِبْرِ وَالرِّيَاءِ وَالسُّمْعَةِ وَغَيْرِ ذَلِكَ
Setelah diangkat menjadi Nabi, Para Nabi itu
terjaga dari dosa yang lahiriah seperti berbohong dan sejenisnya, maupun dosa
batiniah seperti dengki, sombong, riya’, dan lainnya.
أَمَّا عِصْمَتُهُم قَبْل النُّبُوَّةِ فَقَدِ اخْتُلِفَ
فِيهَا، فَمَنَعَهَا قَوْمٌ، وَجَوَّزَهَا آخَرُونَ، وَالصَّحِيحُ تَنْزِيهُهُمْ
مِنْ كُل عَيْبٍ؛
“Adapun kema’shuman sebelum kenabian maka
terdapat perbedaan pandangan di kalangan ulama; ada sebagian yang menolaknya
dan ada pula yang membolehkannya. Yang benar itu adalah mereka (maksudnya para
Nabi sebelum menjadi Nabi) itu dibersihkan dari semua aib/cela.”
Itulah sebabnya Nabi Muhammad sejak mudanya
sudah dikenal dengan sebutan al-Amin (orang yang terpercaya) karena track
recordnya sebagai pribadi yang jujur dan mulia dikenal luas saat itu.
Karena memahami QS ad-Duha hanya lewat arti
harfiah terjemahan saja, tanpa menyempatkan diri membuka kitab tafsir dan
literatur lainnya, sang Ustaz semakin parah membangun narasinya dengan
menyerang perayaan maulid, dengan gaya sinisnya. Seolah dia memakai logika: kalau
saat lahir Muhammad itu dalam keadaan sesat, mengapa kelahirannya itu hendak
diperingati? Apanya yang mau diperingati?
Narasi yang coba dibangunnya menjadi berantakan
karena asumsinya sudah keliru. Ayat yang dia kutip ternyata menurut para ulama
tafsir tidak mengatakan Muhammad itu sesat. Kalau Muhammad itu sebelumnya
sesat, nanti ada yang bertanya orang sesat kok jadi Nabi? Piye to jal?
Mikirrrr.
Dulu ada yang mengatakan bahwa Nabi gagal
mewujudkan Islam yang rahmatan lil alamin semasa hidupnya, hanya karena ingin
membangun narasi mendukung khilafah. Sekarang sejak lahir Nabi dibilang sesat,
hanya karena hendak menyerang peringatan maulid.
Duh, Gusti.....
Kenapa justru para Ustaz mencela Nabi-Mu....
Mohon Engkau mengampuni kami semua.
Nastaghfirullah wa natubu ilayk.
Tabik,
Nadirsyah Hosen
Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australia -
New Zealand
dan Dosen Senior Monash Law School
Tidak ada komentar:
Posting Komentar