Agama mengajarkan jangan berdusta. Lalu
Sebagian orang beriman rajin sebar hoax demi bela agama.
Agama mengajarkan jangan memfitnah. Lalu
Sebagian orang beriman rajin memfitnah untuk berdakwah.
Agama mengajarkan jangan su'ul adab, lalu
sebagian orang beriman rajin mencaci maki dan berkata kasar hanya karena beda
pendapat.
Agama mengajak menjaga ukhuwah dan
kerukunan, lalu sebagian orang beriman rajin bertengkar dan berbuat adu-domba
demi menjaga ukhuwah.
Agama mengajarkan Jika kamu tdk malu,
berbuatlah semaumu. Lalu sebagian orang beriman tidak malu menghalalkan apa
saja entah demi apa.
Sebagian Orang beriman rajin melakukan
itu semua hampir tiap hari, dilambari dengan nada penuh kekerasan. Sebagian
anak-anak kita diam-diam mengamati. Lalu menirukannya.
Membela Islam dengan menyebarkan hal-hal
subhat, apalagi hoax, via medsos telah terbukti memecah-belah. Dengan dalih
"untuk jaga-jaga" sebagian orang asal share berita yang kemudian
terbukti hoax. Bohong jelas dilarang. Namun entah mengapa banyak yang tidak
peduli. Apakah mereka tidak tahu itu tidak disukai Rasulullaah?
Bahkan kata-kata kasar pun digunakan
untuk mengiringi provokasi atas dasar berita bohong atau sumir. Orang
mengucapkan kata-kata kasar ke orang lain, dan jika kata-kata itu ditujukan
kepada dirinya sendiri ia marah. Orang dengan sinis menggoblok-goblokkan orang
lain dengan kasar. Dan ketika dirinya digoblok-goblokkan, ia jengkel dan
membalas dengan menuduh lawannya berkata kasar. Tiap hari mengkafirkan, menulis
sindiran dan nyinyiran kasar, tetapi jika dibalas mendadak teriak dizolimi.
Aneh memang keadaan ini. Bahkan dalam hal
mencintai Nabi pun ada pertengkaran. Yang satu merasa lebih mencintai Nabi
dan.mengejek pihak lainnya yang dianggap hanya berdusta atau berlebihan dalam
mencintai Nabi. Keluarlah ejekan: mencintai kok begitu, mencintai Nabi kok bla
bla bla. Orang mendadak bisa menjadi hakim atas perasaan cinta orang lain,
dengan menggunakan dirinya sendiri sebagai tolok ukur cinta yang paling
paripurna.
Kita malah bertengkar tentang siapa yang
paling besar cintanya.
Jika mau belajar sejarah, situasi semacam
ini sudah berlangsung berabad-abad, namun tak banyak yang mau mengambil
pelajaran. Islam itu damai. Tetapi umatnya belum tentu mau damai.
Dalam situasi ini ada banyak pilihan.
Ikut larut dalam pertikaian dan saling berdusta, atau belajar dengan
sungguh-sungguh memperbaiki akhlak dan ilmu agar kalaupun hidup kurang
bermanfaat bagi orang lain, paling tidak hidup kita tidak merugikan dan menyakiti
orang lain. Jika beriman kepada yaumil hisab, idealnya kita yakin bahwa ada
masa ketika mulut dikunci dan anggota tubuh bersaksi. Sekarang terserah kita:
apakah jari jari kita akan kita manfaatkan agar ia bersaksi telah melakukan
kebaikan, atau ia bersaksi telah digunakan oleh diri kita untuk saling memaki
via tulisan dan untuk pencet sana sini menyebarkan dusta dan fitnah.
Jika kita yakin yaumil hisab itu ada,
idealnya kita berhati-hati. Dosa kepada orang lain lebih sulit proses
pengampunannya karena menyangkut hak bani adam. Kehati-hatian itu perlu karena
Kanjeng Nabi pernah bersabda bahwa ada orang yang ibadah vertikalnya bagus
namun bangkrut amalnya di akhirat. Jangan-jangan jempol dan jari-jari kitalah
yang akan membangkrutkan amal kita.... naudzubillah.
Wa Allahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar