Setiap Muslim pasti ingin mengikuti
sunnah Nabi. Tapi untuk itu, ia harus memahaminya terlebih dahulu. Dan untuk
memahaminya, ia harus membacanya terlebih dahulu. Dan ketika ia membaca, ia
pasti menafsirkan. Dan ketika ia menafsirkan, kecenderungan pribadi, pengetahuan,
atau subjektivitas pasti ikut bermain di dalamnya.
Ada kalangan Muslim yang berhenti di
makna literal sunnah. Maka, sibuklah mereka dengan cara memotong kain celana,
menata janggut, atau memilih warna pakaian seperti yang dilakukan oleh Nabi. Di
lain pihak, ada kaum Muslim yang ingin melampaui makna literal dan mencari
'spirit makna' dalam sunnah Nabi. Maka, mereka pun berdasi atau menikmati
wayang kulit sembari mengingatkan kita bahwa Nabi mengajarkan kerapian dan
kecintaan akan seni.
Ada kaum Muslim yang suka baper. Maka
hadis yang selalu mereka ingat adalah yang menekankan pentingnya amarah,
pembalasan, atau rasa jijik kepada maksiat. Sementara itu, ada kaum Muslim suka
rileks. Maka hadis yang mereka ingat adalah yang mengajarkan maaf, belas kasih,
atau cinta kepada sesama.
Para ahli fikih mungkin akan sangat
menekankan pentingnya hadis-hadis hukum dan urusan halal-haram tapi terkadang
lupa sama hadis-hadis tentang adab. Para teolog mungkin ribet dengan
pikiran-pikiran yang mereka pikir akan membuat kita murtad atau kafir sampe
lupa sama amaliah yang bersifat praktis. Semua perbedaan ini manusiawi adanya.
Demikian pula pertengkaran yang ditimbulkannya. Asal tak sampe menghalalkan
darah dan bom bunuh diri saja!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar