Musibah dan Ujian dalam pandangan bahasa kita
tidak terlalu jelas perbedaannya. Namun dalam bahasa Arab keduanya dibedakan.
Seingat saya dalam salah satu penjelasan Prof. Quraisy Syihab diantara
perbedaan keduanya bahwa (yang beliau kutip dari beberapa ulama):
1. Musibah karena kecerobohan manusia
2. Ujian adalah murni pemberian ujian dari
Allah kepada makhlukNya.
- Musibah
Dalilnya adalah firman Allah:
وَمَا
أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ
"Dan apa saja musibah yang menimpa kamu
maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan
sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)." (Ash-Shūraá : 30)
Contoh seperti banjir adalah kesalahan dari
manusia, tanah longsor akibat penggundulan hutan juga oleh manusia dan
sebagainya.
Meskipun musibah karena ulah manusia namun apa
yang ditimpakan oleh Allah kepada mereka adalah sesuatu yang berguna dan ada
hikmahnya, sebagaimana firman Allah:
قُل
لَّن يُصِيبَنَا إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلَانَا ۚ
Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan
menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami...". (At-Tawbah
: 51)
- Ujian (Bala')
Sedangkan Ujian (Bala') sama sekali tidak ada
keterlibatan manusia dan atas kehendak Allah untuk menguji manusia.
Ujian dari Allah ada 2 bentuk:
وَنَبْلُوكُمْ
بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً
"... Kami akan menguji kamu dengan
keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya)." (Al-'Anbyā'
: 35)
Nah, gempa bumi apakah bentuk musibah karena
ulah manusia atau murni ujian dari Allah?
Jelas sekali seperti gempa bumi adalah ujian
dari Allah. Sebab tidak ada ulah tangan manusia yang merusakkan lempeng bumi di
dasar laut terdalam. Gempa bumi bukanlah bentuk ulah manusia karena 'seseorang'
dijadikan tersangka.
Point diatas ada musibah, ada ujian.
1. Musibah = sebab akibat manusia
2. Ujian (bala') = murni dari Tuhan
Gempa masuk kategori ujian.
Intinya, segala musibah yg datang merupakan
cara Alloh untuk menegur kita agar kita muhasabah, introspeksi diri, sembari
memperbaiki diri
)الإيمان
بالقدر نظام التوحيد) إذ لا يتم نظامه إلا باعتقاد أن الله تعالى منفرد بإيجاد الأشياء
على ما هي عليه وأن كل نعمة منه فضل وكل نقمة عدل
Beriman kepada takdir merupakan aturan tauhid
karena aturan tauhid tidak akan pernah sempurna kecuali didorong oleh sebuah
keyakinan bahwa Allah itu sendiri menciptakan sesuatu semata-mata ketetapan
kehendakNya dan memberikan Nikmat semata-mata karena AnugerahNya bukan karena
pengaruh siapapun begitu pula menurunkan siksa/musibah semata-mata keadilan
dariNya bukan karena dipengaruhi sebab apapun.
الإتكال
على القضاء أروح وقلة الإسترسال أحزم
Percaya kepada ketetapan Allah lebih melegakan
hati dan mengurangi berpikir kritis (mencari sebab turunnya nikmat dan musibah)
lebih meneguhkan hati.
)فيض
القدير شرح الجامع الصغير من أحاديث البشير النذير ج ٣ ص ٢٢٥(
********
Hal salah yang sering kali terulang-ulang: mengaitkan sebuah bencana dengan sebuah kejadian, atau dengan kata lain: menganggap sebuah bencana sebagai adzab untuk satu dua kesalahan. Dan ini tumbuh dari ketidak-tahuan atau sempitnya wawasan. Apalagi jika mengaitkan itu dengan satu dua sosok, itu adalah sebuah ketololan. Murni ketololan dan kebodohan.
Hal salah yang sering kali terulang-ulang: mengaitkan sebuah bencana dengan sebuah kejadian, atau dengan kata lain: menganggap sebuah bencana sebagai adzab untuk satu dua kesalahan. Dan ini tumbuh dari ketidak-tahuan atau sempitnya wawasan. Apalagi jika mengaitkan itu dengan satu dua sosok, itu adalah sebuah ketololan. Murni ketololan dan kebodohan.
Di dalam
Alquran atau Hadits memang ada beberapa bencana yang dikaitkan dengan
pembalasan perbuatan sebuah kaum. Tapi itu adalah nash dan pemberitahuan dari
Allah atas apa yang telah Dia berlakukan untuk mereka, khusus mereka, bukan
yang lain. Nah, lalu apa hak kita sebagai hamba untuk mengaitkan sebuah bencana
yang terjadi dengan hal lain, jika memang kita tak tahu apa kehendak Allah di
bencana tersebut? Toh kita bukan nabi yang terjaga dari salah, dan kita juga
bukan tuhan!
Tugas kita menghadapi atau menyikapi sebuah
bencana bukan untuk mengaitkan atau menduga-duga apa sebab bencana itu terjadi
di Kehendak Allah. Tapi mengambil i'tibar, mengambil pelajaran, menyadarkan
sisi kelemahan dan ke-tiada-an kita di samping Kekuasaan Mutlak Allah. Agar
kita mengoreksi diri dan semakin kembali—bukan mengoreksi orang lain seakan
kita suci. Dan di sisi lain, untuk membantu mereka yang terkena musibah, baik
dengan doa atau harta atau dengan aksi langsung terjun ke lapangan. Karena
mereka adalah saudara kita.
Dan, semoga Allah memberi kesabaran dan
ketabahan untuk saudara-saudara kita di Palu, dan di manapun yang terjadi
bencana, dan semoga Allah sesegera mungkin mengirim kebahagiaan untuk mereka.
Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar