Dalam dunia pewayangan istilah sedulur papat
lima pancer merupakan simbolisasi ksatria dan empat abdinya. Sedulur papat
adalah punokawan, lima pancer adalah ksatriya.
Dalam hal ini, yang dinamakan punokawan yakni
Semar sebagai pamomong keturunan Saptaarga ditemani oleh tiga anaknya, yaitu;
Gareng, Petruk dan Bagong sebagai pengiring para ksatria Pandawa. Kehadiran
mereka seringkali hanya dianggap sebagai tambahan yang kurang diperhitungkan
dan untuk menghadirkan lelucon saja, padahal kerap menentukan arah perubahan.
ke lima tokoh ini menduduki posisi penting
dalam kisah pewayangan. Kisah Mereka diawali mulai dari sebuah pertapaan
Saptaarga atau pertapaan lainnya. Setelah mendapat berbagai macam ilmu dan
nasihat-nasihat dari Sang Begawan, mereka turun gunung untuk mengamalkan ilmu
yang telah diperoleh, dengan melakukan tapa ngrame. Dalam perjalanannya,
Punokawan harus menemani perjalanan sang Ksatria dalam memasuki “hutan”,
memasuki sebuah medan medan kehidupan yang belum pernah dikenal, gelap, penuh
semak belukar, banyak binatang buas, makhluk jahat yang siap menghadangnya,
bahkan jika lengah dapat mengancam jiwanya, sehingga berhasil keluar “hutan”
dengan selamat, sampai sang Ksatria dapat menyingkirkan segala penghalang dan
berhasil menyelesaikan tugas hidupnya dengan selamat.
Semar merupakan gambaran penyelenggaraan Illahi
yang ikut berproses dalam kehidupan manusia. Untuk lebih memperjelas peranan
Semar, maka tokoh Semar dilengkapi dengan tiga tokoh lainnya. Ke empat
punokawan tersebut merupakan simbol dari cipta, rasa, karsa dan karya:
Semar mempunyai ciri menonjol yaitu kuncung
putih. Kuncung putih di kepala sebagai simbol dari pikiran, gagasan yang jernih
atau cipta.
Gareng mempunyai ciri yang menonjol yaitu
bermata kero, bertangan cekot dan berkaki pincang. Ke tiga cacat fisik tersebut
menyimbolkan rasa. Mata kero, adalah rasa kewaspadaan, tangan cekot adalah rasa
ketelitian dan kaki pincang adalah rasa kehati-hatian.
Petruk adalah simbol dari kehendak, keinginan,
karsa yang digambarkan dalam kedua tangannya. Jika digerakkan, kedua tangan
tersebut bagaikan kedua orang yang bekerjasama dengan baik. Tangan depan
menunjuk, memilih apa yang dikehendaki, tangan belakang menggenggam erat-erat
apa yang telah dipilih.
Bagong dengan dua tangan yang kelima jarinya
terbuka lebar, artinya selalu bersedia bekerja keras.
Cipta, rasa, karsa dan karya merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Cipta, rasa, karsa dan karya berada dalam
satu wilayah yang bernama pribadi atau jati diri manusia, disimbolkan tokoh
Ksatria. Gambaran manusia ideal adalah merupakan gambaran pribadi manusia yang
utuh, dimana cipta, rasa, karsa dan karya dapat menempati fungsinya
masing-masing dengan harmonis, untuk kemudian berjalan seiring menuju cita-cita
yang luhur. Dengan demikian menjadi jelas bahwa antara Ksatria dan punokawan
mempunyai hubungan signifikan. Tokoh ksatria akan berhasil dalam hidupnya dan
mencapai cita-cita ideal jika didasari sebuah pikiran jernih (cipta), hati
tulus (rasa), kehendak, tekad bulat (karsa) dan mau bekerja keras (karya).
Simbolisasi ksatria dan empat abdinya, serupa
dengan ‘ngelmu’ sedulur papat lima pancer. Sedulur papat adalah punokawan, lima
pancer adalah ksatriya. Posisi pancer berada ditengah, diapit oleh dua saudara
tua (kakang mbarep, kakang kawah) dan dua saudara muda (adi ari-ari dan adi
wuragil). Ngelmu sedulur papat lima pancer lahir dari konsep penyadaran akan
awal mula manusia diciptakan dan tujuan akhir hidup manusia (Sangkan Paraning
Dumadi).
Awal mula manusia diciptakan diawali dari
saat-saat menjelang kelahiran. Sebelum sang bayi (bayi, dalam konteks ini
adalah pancer) lahir dari rahim ibu, yang muncul pertama kali adalah rasa cemas
si ibu. Rasa cemas itu dinamakan Kakang mbarep. Kemudian pada saat menjelang
bayi itu lahir, keluarlah cairan bening atau banyu kawah sebagai pelicin, untuk
melindungi si bayi, agar proses kelahiran lancar dan kulit bayi yang lembut
tidak lecet atau terluka. Banyu kawah itu disebut Kakang kawah. Setelah bayi
lahir akan disusul dengan keluarnya ari-ari dan darah. Ari-ari disebut Adi
ari-ari dan darah disebut Adi wuragil.
Ngelmu sedulur papat lima pancer memberi
tekanan bahwa, manusia dilahirkan ke dunia ini tidak sendirian. Ada empat
saudara yang mendampingi. Pancer adalah suksma sejati dan sedulur papat adalah
raga sejati. Bersatunya suksma sejati dan raga sejati melahirkan sebuah
kehidupan.
Hubungan antara pancer dan sedulur papat dalam
kehidupan, digambarkan dengan seorang sais mengendalikan sebuah kereta, ditarik
oleh empat ekor kuda, yang berwarna merah, hitam, kuning dan putih. Sais kereta
melambangkan kebebasan untuk memutuskan dan berbuat sesuatu. Kuda merah
melambangkan energi, semangat, kuda hitam melambangkan kebutuhan biologis, kuda
kuning melambangkan kebutuhan rohani dan kuda putih melambangkan keheningan,
kesucian. Sebagai sais, tentunya tidak mudah mengendalikan empat kuda yang saling
berbeda sifat dan kebutuhannya. Jika sang sais mampu mengendalikan dan
bekerjasama dengan ke empat ekor kudanya dengan baik dan seimbang, maka kereta
akan berjalan lancar sampai ke tujuan akhir “Sang Sangkan Paraning Dumadi”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar