Momentum baiat Aqobah kedua, dijadikan starting
point oleh kaum muslimin untuk berbondong bondong hijrah ke Madinah hingga
tinggal tersisa Nabi SAW, Abu Bakar, Ali dan beberapa sahabat lainnya di Mekah
Gelombang besar hijrah ini dicium oleh kafir
Quraisy sebagai ancaman masa datang, karena bisa jadi kaum muslimin akan
menjadikan Yatsrib yang kemudian berganti nama menjadi Madinah digunakan
sebagai pusat kekuatan yang mengganggu otoritas mereka.
Atas pertimbangan inilah parlemen Quraisy (Darun Nadwa) memutuskan untuk melenyapkan Muhammad saw dengan memobilisasi
pemuda dari masing masing kabilah untuk mengepung dan mengeksekusi Muhammad di
malam hari
Pada saat yang sama Allah menurunkan wahyu yang
mengizinkan Nabi saw hijrah ke Madinah dengan memerintahkan Ali bin Abi Thalib
ra untuk menjadi “Stuntman” tidur di ranjangnya lalu keluar menuju rumah Abu
Bakar yang akan menemani untuk hijrah
Bertepatan dengan tanggal 12 desember 622 M
Nabi saw menuju tempat transit dan tinggal selama tiga hari di sebuah gua di
gunung Tsur yang setelah Nabi saw berada didalamnya pepohonan di mulut bagian
atas gua membengkokkan dirinya untuk menutupi lubang gua
Dari arah mulut gua bagian depan tiba tiba pula
sudah ada burung burung merpati bertelur dan pura pura mengerami dan pada saat
bersamaan laba laba sibuk bergotong royong menganyam sarangnya menutupi pintu
masuk gua sehingga strategi kamuflase dari langit ini menghilangkan kecurigaan
musuh yang mengejar Nabi saw
Rangkaian keterlibatan alam pepohanan, burung
dan laba laba dalam membantu menyelematkan Nabi saw adalah bukti bahwa alam
beserta masing masing penghuninya memiliki kemampuan berkomunikasi dengan
bahasa khasnya
Fakta yang demikian terekam dalam QS Al Isra 44
“ Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada didalamnya bertasbih kepada Allah,
dan tidak suatupun melainkan bertasbih dengan memuji Nya, tetapi kamu sekalian
tidak mengerti tasbih mereka “
Dalam suatu riwayat dari Abu Dzar ra. Nabi saw
duduk bersama Abu Bakar, Umar dan Ustman, “ Ketika Nabi saw mengambil kerikil
sebanyak tujuh butir maka kerikil kerikil itu bertasbih . Saya mendengar
suaranya merintih lembut bagaikan suara lebah, setelah diletakkan kembali maka
kerikil kerikil itu diam seperti semula, kemudian Nabi saw meletakkan kerikil
kerikil itu ke tangan Abu Bakar maka kerikil kerikil itu kembali bertasbih,
begitupun saat di letakkan di tangan Ustman ( HR al Haitsami )
Merespon keberadaan bahasa alam, sejumlah
Universitas di luar negeri membuka program studi ekolinguistik yang bersumber
dari tulisan “New Ways of Meaning A Challenge to Applied Linguistics” karya
Michael Halliday yang menggunakan pendekatan analisis wacana eko kritis dan ekologi
lingusitik
Fenomena Tsunami Banten yang tidak didahului
dengan gempa hingga wisatawan tetap asyik mengikuti gathering dengan hiburan
band papan atas menjadi korban gulungan ombak adalah bukti pentingnya
peningkatan pemahaman ekolinguistik bagi semua pihak
Ihtiar cerdas untuk bisa memahami bahasa alam
bagi orang beriman adalah pendekatan maksimal kepada Sang Pencipta “Barang
siapa yang mampu mendekatkan diri sedekat dekatnya kepada Allah SWT maka ia
dapat menggunakan mata Tuhan untuk melihat, telinga Tuhan untuk mendengar dan
mulut Tuhan untuk berbicara”
Allahu
a’lamSumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar