Sebagaimana lumrah, ibadah lillah terbagi
dua: wajib & sunah.
Ibadah wajib pelaksanaannya terikat
waktu, semisal shalat & puasa fardhu. Ibadah sunah juga ada yang terikat
waktu (Shalat Dhuha & Tahajjut). Tapi ada yang tak terikat, semisal shalat
sunah atau puasa muthlak.
Mengapakah ragam ibadah harus diikat
waktu tertentu? Apakah hikmah ilahi dibaliknya? Yuk kita bahas bersama, sambil
santai yah tweeps! Semua berawal dari takdir manusia yang diciptakan lemah oleh
Allah. Allah Maha Tahu kemampuan fisik manusia, maka Dia tak ingin membebani.
Seandainya ibadah wajib lima shalat
fardhu tidak dibatasi waktu, maka sifat manusiawi yang suka menunda, akan
merobohkan dinding istikamah. Menunda (تسويف) dalam tradisi kita, lebih banyak
disebabkan oleh rasa malas. Ini adalah problem lumrah yang dialami setiap
manusia normal. Maka, dalam sehari-semalam yang panjang dengan ikatan ibadah di
waktu khusus, Anda bisa mempersiapkan spirit beribadah sejak awal. Positifnya
lagi, Allah berkehendak menjadwal pelaksanaan ibadah fardhu menjadi
bagian-bagian terpisah, sesuai perjalanan waktu sehari-semalam. Shalat Subuh
yang dilakukan dini hari, dipisah durasi pagi. Baru dilanjut ke siang harinya
Shalat Dzuhur. Begitu pula shalat-shalat setelahnya.
Dengan adanya jeda waktu yang cukup
antara satu shalat dengan shalat berikutnya, Anda dapat beraktivitas secara
normal dalam keseharian. Anda juga akan terhindar dari jeratan malas yang
datang tiba-tiba. Dengan begitu, Anda punya waktu rehat yang cukup untuk
persiapan beribadah. Meski demikian, ada saja muslim yang menunda pelaksanaan
shalat hingga akhir waktu, bahkan hingga jam yang tidak ditolerir syariat
(tahrim). Maka, jeda waktu diantara dua pelaksanaan shalat, bisa jadi berkah
bagi yang udzur. Tapi juga merupakan petaka bagi yang suka lalai. Begitu pula
dengan hikmah durasi waktu dalam kewajiban mengeluarkan Zakat, berkurban di
hari raya Idul Adha & berpuasa di bulan Ramadhan.
Adapun hikmah shalat sunah muthlak tidak
terbatas waktu, ialah agar nampak manakah hamba Allah yang senang beribadah
& manakah yang tidak! Sebab definisi hukum "sunah" saja tidak
terlalu ngefek: jika dilakukan dapat pahala; tidak dilakukan tidak berdosa.
Seakan tidak ada beban.
Tapi ini tidak berlaku bagi waliyullah
yang hatinya rindu. Ibadah sunah adalah momen terindah bermunajat kepada Allah.
Nikmatnya luar biasa. Jika dalam persepsi muslim awam nikmat ketaatan ada saat
ibadah wajib; maka bagi waliyullah setiap detik adalah waktu ternikmat
beribadah.
Dalam Hadis Qudsi disebutkan, Allah
justru lebih senang pada hamba-Nya yang gemar memperbanyak beribadah sunah
dalam kesehariannya. Ketimbang yang mementingkan fardhu tapi mengabaikan sunah:
....وَلَا يَزَالُ عَبْدِيْ يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ...
Sebab, adakalanya muslim giat beribadah
fardhu karena ingin limpahan pahala surga atau takut siksaan neraka. Tipe
ibadah yang berbalas.
Sedang ibadah sunah lebih disebabkan
karena kecintaan hati hamba pada tuhannya. Maka tak ada batas waktu yang
menghalangi hubungan keduanya.
Ini hanya sebagian dari hikmah ilahi dalam ibadah.
Semoga saja bisa membuka hati kita semua
Tidak ada komentar:
Posting Komentar