Rabu, 20 September 2017

Belajar Dulu Baru Bela Agama

Mungkin ada baiknya jika yang mengaku pembela Islam dan gemar kofar kafir mondok dulu. Belajar ilmu agama, tentang bagaimana ulama berpendapat dan mengapa ulama berbeda pendapat. Agar tahu mana pendapat mayoritas, dan mana pendapat minoritas.
Mudah menyesatkan dan kegemaran mengkafir-kafirkan, salah satu sebabnya karena minimnya pemahaman agama, keterbatasan referensi, dan pembanding (moqarin).
Memang betul, kebenaran agama itu mutlak, tetapi pemahaman manusia terhadap agama bisa berbeda-beda. Itu mengapa kemudian satu kitab suci, Al-Qur'an sangat mungkin menghasilkan beribu-ribu tafsir.
Perbedaan metodologi dan pendekatan ulama dalam memahami Al-Qur'an melahirkan berbagai jenis dan corak tafsir yang beragam. Penerimaan terhadap hadits dan kriteria seleksinya turun menyumbang perbedaan pendapat dalam satu masalah hukum.
Dalam fiqh kemudian dibedakan dengan istilah-istilah yang khas menurut kekuatan dan kualitas pendapat tersebut. Di kalangan Syafi'iyah saja dikenal istilah al-adzhar (الأظهر), al-dzahir (الظاهر), al-mu’tamad (المعتمد), al-masyhur (المشهور), al-ashah (الأصح), ash-shahih (الصحيح), dhaif (ضعيف), ada qoul, qiil, dan di antara itu ada yang rojih ada yang tidak.
Tetapi yang jelas perbedaan di kalangan ulama tersebut tidak sampai pada batas penyesatan, apalagi pengkafiran. Inilah salah satu idikasi kenapa seorang ulama semakin tinggi ilmunya ('allamah), semakin toleran pula (tasamuh).
Jadi, bicara agama itu sangat luas, tidak hitam putih. Bukan hanya soal kofar kafir, sesat menyesatkan. Tidak cukup kita bela Islam hanya dengan mengkonsumsi materi-materi agama instan yg disajikan ustadz-ustadz anyar bermodal jenggot dan jidat hitam. Apalagi hanya berguru pada Prof. DR. Google. Selain tidak bergizi, pengetahuan yang didapat justru menyebabkan hipertensi dan strouk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar