Jumat, 10 Agustus 2018

Nabi Tidak Pernah Tersesat, Segera Tinggalkan Para Ustadz Hijrah

KH. Ahmad Ishomuddin

Sudah seringkali saya ingatkan agar setiap umat Islam berhati-hati agar mengambil ilmu agama langsung dari para ahlinya, yakni dari para ulama, kyai, ustadz, tuan guru, yang jelas mata rantai pengambilan ilmunya (isnad), telah populer akan kedalaman ilmunya dan kesalehannya. Jangan belajar justru secara kepada sembarang ustadz atau ustadz yang sembarangan. Karena kini sebagian umat Islam sudah gampang memberi predikat ustadz kepada siapa saja yang pintar ceramah agama, pintar membual soal agama dan politik sambil sesekali melawak atau menghibur para pendengarnya, dan "berani" mengecam sana sini. Persoalan yang mereka panggil ustadz itu pada hakekatnya sungguh tidak paham ilmu-ilmu agama tidak menjadi masalah, karena mereka yang menggelarinya juga tidak paham.

Dunia keberagamaan kita kini sepertinya sudah jungkir balik dan penilaian masyarakat awam juga sudah terbalik-balik. Para tokoh agama yang dikenal luas dan mendalam ilmu agamanya, diperoleh dari silsilah/sanad keilmuan yang jelas, dan dikenal berakhlak baik tidaklah mereka gandrungi. Sebaliknya justru mereka benci, mereka fitnah dengan stigma-stigma negatif seperti Syi'ah, liberal, munafik, ulama su', penjilat pemerintah dan sebagainya berupa kalimat-kalimat yang tidak menunjukkan adanya kesantunan dan kecerdasan dalam beragama itu sendiri.

Akibat buruk dari belajar agama secara instan kepada para ustadz "hijrah karbitan" adakah sebagian masyarakat menjadi terombang-ambing, kebingungan, dan labil dalam beragama. Para ustadz abal-abal yang sangat senang terkenal di media sosial itu karena tidak memunyai basis ilmu-ilmu keislaman yang kokoh dan disertai semangat yang menggelora menjadi sangat mudah tergelincir dalam menafsirkan ajaran agama, cenderung tekstualis, beragama secara eksklusif, sempit wawasan, tidak bijaksana, mudah menyalahkan pihak lain, menjadi intoleran, sesat dan menyesatkan, dan pada ujungnya mencari pengikut sebanyak mungkin untuk tujuan-tujuan yang bersifat duniawi.

Jejak-jejak digital di Youtube masih menyisakan berserakan bukti yang sangat mudah kita akses untuk sekedar melihat segala bentuk dan model "ustadz" yang sangat sembarangan dalam mengutip dalil, berupa al-Quran dan al-hadits, yang lepas dari konteksnya, dimaknai semaunya, diletakkan bukan pada tempatnya, dijelaskan tanpa landasan ilmu, disimpulkan sendiri hukum-hukumnya dengan mengikuti hawa nafsunya (tanpa syarat-syarat ilmiah dan syarat-syarat kepribadian), dikutip untuk menyerang siapa saja yang dianggapnya memusuhi atau merusak agama, dan tentu saja dipolitisasi untuk menjaring pengikut setia sebanyak-banyaknya. Para ustadz dengan karakteristik sebagaimana yang saya gambarkan itu hendaknya segera ditinggalkan dan janganlah diikuti karena telah jauh menyimpang dari rel agama, tidak membawa umat ke dalam hidup yang maslahat, melainkan menjerumuskan umat ke jurang kehidupan dunia-akhirat yang sangat berbahaya.

Contoh yang sedang ramai diperbincangkan di media sosial adalah tentang seorang "ustadz hijrah" yang menyebut bahwa nabi Muhammad pernah termasuk sesat sebelum beliau diutus menjadi rasul dan oleh karena itu tidak boleh memeringati hari lahirnya. Cukup jelas bahwa pernyataan itu dilatar belakangi oleh dorongan hawa nafsu karena menafsirkan kata "dlāllan" dengan kesesatan, suatu penafsiran yang tidak pernah dijelaskan oleh para mufasir kenamaan dalam kitab-kitab tafsir terdahulu. Tentu kata "dlāllan" pada Qs. al-Dluha itu tidak bermakna sesat dalam arti tidak tahu atau menyimpang dari Islam, karena maksud firman Allah tersebut konteks (sabab nuzul)nya adalah menghibur Rasulullah dengan mengingatkan bahwa pada saat belum diturunkan wahyu kepadanya, beliau dalam kondisi bingung, yakni tidak mengetahui arah yang benar, hingga kemudian Allah memberikan petunjuknya. Dengan menelaah karya-karya tafsir al-Quran kita bisa mendapati beberapa versi penafsiran atas maksud kata "dlāllan" dalam Qs. al-Dluha itu dari para mufasir. Tentu saja tidak cukup mengandalkan terjemah al-Quran dan sekedar tahu arti kosa kata bahasa Arab menurut kamus untuk menafsirkan ayat-ayat al-Quran yang memiliki makna yang sangat dalam itu. Ada sekian syarat ilmiah dan kepribadian untuk mampu menafsirkan ayat-ayat al-Quran yang tidak sembarang ustadz bisa memenuhinya.


BENARKAH NABI DULU PERNAH SESAT?
Ma'ruf Khozin, Pengasuh Rubrik Kajian Aswaja Majalah NU Aula

Na'udzu Billah, semoga kita dijauhkan dari keyakinan seperti itu.

"Ustadz Hijrah" (informasinya, sudah minta maaf) ini bukan yang pertama kali menyatakan demikian. Di video yang tersebar dia sempat menanyakan kepada ustadz di sebelahnya yang menegaskan bahwa makna 'Dlaallan' adalah sesat, berarti Nabi pernah menjadi sesat. Dan jauh sebelumnya sudah ada Ust Mahrus Ali yang mengaku Mantan Kyai NU, juga menulis di salah satu bukunya yang menggugat Amaliah NU bahwa Nabi dulunya juga sesat.

Ada 2 dalil yang disampaikan oleh mereka.
Dalil pertama: "Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk." (Ađ-Đuĥaá: 7)
Dalil kedua: "Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus." (Ash-Shūraá: 52)

Jawaban Dalil pertama
- Penafsiran Sahabat yang digelari Turjuman (interpretator) Al-Quran, Ibnu Abbas
ﻭﺃﺧﺮﺝ اﺑﻦ ﻣﺮﺩﻭﻳﻪ ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻤﺎ ﻓﻲ ﻗﻮﻟﻪ: {ﻭﻭﺟﺪﻙ ﺿﺎﻻ ﻓﻬﺪﻯ{
Ibnu Marduwaih meriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma, ketika menafsirkan firman Allah yang artinya: "Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk." (Ađ-Đuĥaá: 7)
ﻗﺎﻝ: ﻭﺟﺪﻙ ﺑﻴﻦ ﺿﺎﻟﻴﻦ ﻓﺎﺳﺘﻨﻘﺬﻙ ﻣﻦ ﺿﻼﻟﺘﻬﻢ
Ibnu Abbas berkata: "Allah menemukanmu diantara orang-orang yang sesat (Jahiliah), lalu Allah menyelamatkanmu dari kesesatan mereka" (Al-Hafidz As-Suyuthi, Ad-Durr Al-Mantsur 8/544)
- Penafsiran Ulama Ahli Tafsir
ﻭﻗﺎﻝ ﻗﻮﻡ: ﻭﻭﺟﺪﻙ ﺿﺎﻻ ﺃﻱ ﻓﻲ ﻗﻮﻡ ﺿﻼﻝ، ﻓﻬﺪاﻫﻢ اﻟﻠﻪ ﺑﻚ. ﻫﺬا ﻗﻮﻝ اﻟﻜﻠﺒﻲ ﻭاﻟﻔﺮاء. ﻭﻋﻦ اﻟﺴﺪﻱ ﻧﺤﻮﻩ، ﺃﻱ ﻭﻭﺟﺪ ﻗﻮﻣﻚ ﻓﻲ ﺿﻼﻝ، ﻓﻬﺪاﻙ ﺇﻟﻰ ﺇﺭﺷﺎﺩﻫﻢ.
Sebagian ulama berkata: "Yang dimaksud adalah Allah menemukanmu diantara umat yang tersesat lalu Allah memberi petunjuk kepada mereka denganmu". Ini adalah pendapat Al-Kulabi, Al-Farra' dan As-Suddi. Yakni Allah menemukan kaummu dalam kesesatan, lalu memberi petunjuk kepadamu agar membimbing mereka"
(Tafsir Al-Qurthubi 20/97)

Jawaban untuk dalil kedua:
ﻭﺃﺧﺮﺝ ﺃﺑﻮ ﻧﻌﻴﻢ ﻓﻲ اﻟﺪﻻﺋﻞ ﻭاﺑﻦ ﻋﺴﺎﻛﺮ ﻋﻦ ﻋﻠﻲ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻗﺎﻝ: ﻗﻴﻞ ﻟﻠﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: ﻫﻞ ﻋﺒﺪﺕ ﻭﺛﻨﺎ ﻗﻂ ﻗﺎﻝ: ﻻ ﻗﺎﻟﻮا: ﻓﻬﻞ ﺷﺮﺑﺖ ﺧﻤﺮا ﻗﻂ ﻗﺎﻝ: ﻻ ﻭﻣﺎ ﺯﻟﺖ ﺃﻋﺮﻑ اﻟﺬﻱ ﻫﻢ ﻋﻠﻴﻪ ﻛﻔﺮ (ﻭﻣﺎ ﻛﻨﺖ ﺃﺩﺭﻱ ﻣﺎ اﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭﻻ اﻹﻳﻤﺎﻥ) ﻭﺑﺬﻟﻚ ﻧﺰﻝ اﻟﻘﺮﺁﻥ (ﻣﺎ ﻛﻨﺖ ﺗﺪﺭﻱ ﻣﺎ اﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭﻻ اﻹﻳﻤﺎﻥ(
Abu Nuaim meriwayatkan dalam kitab Ad-Dalail dan Ibnu Asakir dari Ali Radhiyallahu Anhu bahwa Nabi shalallahu alaihi wasallam pernah ditanya: "Apakah engkau pernah menyembah berhala?" Nabi menjawab: "Tidak". Mereka bertanya: "Pernahkah engkau minum khamr?" Nabi menjawab: "Tidak. Aku tidak pernah tahu (ikut) tentang kekufuran yang mereka lakukan. Dan aku belum tahu apa kitab dan iman". Lalu turun ayat: "Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu" [Asy-Syuraa 52]" (Tafsir Ad-Durr Al-Mantsur 7/367)
Mufti Al-Azhar, Mesir, menegaskan:
ﺇﺟﻤﺎﻉ ﺃﻫﻞ اﻟﻤﻠﻞ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ اﻟﺸﺮﻙ ﻣﺴﺘﺤﻴﻞ ﻋﻠﻰ اﻷﻧﺒﻴﺎء ﻗﺒﻞ اﻟﺒﻌﺜﺔ ﻭﺑﻌﺪﻫﺎ، ﻓﻼ ﻳﺼﺢ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﻘﺼﻮﺩا ﻣﻦ اﻵﻳﺔ
Semua pengikut agama telah sepakat bahwa kesyirikan adalah mustahil bagi para Nabi, sebelum diangkat menjadi Nabi atau sesudahnya. Maka tidak benar jika 'sesat' adalah tafsiran dari ayat ini (Adl-Dluha 7)" (Fatawa Al-Azhar 8/197)

Penutup:
Sebenarnya ada 2 tema yang akan diserang oleh ustadz ini, yaitu melarang Maulid Nabi sekaligus meyakini Nabi pernah sesat sebelum menjadi Nabi. Namun sayang dalilnya dusta semua.
Saya tidak pernah mencegah dakwah para ustadz hasil produk kilat 'hijrah' ini. Tapi tolong jangan pernah bicara dalil dan istinbath dari dalil, karena belum cukup umur.


BENARKAH NABI MUHAMMAD ITU SESAT SEBELUM MENJADI NABI?
Nadirsyah Hosen

Beredar luas ceramah seorang Ustaz, yang tengah naik daun di kalangan anak muda, yang mengatakan bahwa maulid Nabi Muhammad itu seolah memeringati sesatnya Nabi Muhammad. Karena menurutnya, Nabi Muhammad dilahirkan dalam keadaan sesat.

Ustaz yang pernah mengaku tidak lulus pesantren, dan pernah di penjara, lantas kemudian hijrah itu, berpendapat bahwa hal itu mengacu pada QS ad-Dhuha ayat 7, yang berbunyi:
وَوَجَدَكَ ضَالًّا فَهَدَىٰ
Kata dhallan dalam ayat tersebut diartikan sebagai sesat oleh sang Ustaz. Dengan bertanya pada seorang Ustaz lain yang ada disampingnya, ayat tersebut diterjemahkan menjadi “ketika Allah mendapatimu dalam keadaan SESAT lalu Allah memberimu petunjuk”.

Terjemah semacam ini berbeda dengan terjemahan Kemenag:
“Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk”
Menerjemahkan kata dhall dalam konteks surat ini sebagai sesat amat sangat berbahaya.
Bagaimana kalau kita lihat kitab Tafsir?
Tafsir at-Thabari mengutip penjelasan as-Suddi yang mengatakan:
وقال السدي في ذلك ما حدثنا ابن حميد ، قال : ثنا مهران ، عن السدي ( { ووجدك ضالا } ) قال : كان على أمر قومه أربعين عاما . وقيل : عني بذلك : ووجدك في قوم ضلال فهداك .
Jadi kebingungan atau “kesesatan” itu berkenaan dg kaum jahiliah dimana Nabi tinggal bersama mereka selama 40 tahun sebelum mendapatkan wahyu.
Dengan demikian yang sesat itu mereka, bukan Nabi. Nabi dalam kondisi galau atau kebingungan menghadapi kaumnya itu. Sampai kemudian diberi petunjuk berupa wahyu oleh Allah. Kalau Nabi juga sesat saat itu, lha apa bedanya sama kaum jahiliyah? Bahaya banget kan penjelasan Ustaz yg terkenal dengan sebutan gapleh ini (gaul tapi soleh). Janganlah menyamakan kondisi pribadi sang ustaz sebelum dia hijrah dengan kondisi Muhammad bin Abdullah sebelum menerima wahyu.

Sayid Quthb dalam kitab tafsirnya Fi Zhilalil Qur’an menjelaskan lebih jauh:
“Dulu kamu dibesarkan di lingkungan jahiliah dengan pandangan hidup mereka dan kepercayaan mereka yang kacau balau, beserta perilaku dan tata kehidupan yang menyimpang dari jalur kebenaran. Kemudian Allah memberikan petunjuk kepadamu dengan wahyu yang diturunkanNya kepadamu dan dengan manhaj yang kamu bisa berhubungan denganNya. Petunjuk dari kebingungan akan akidah dan kesesatan kelompok tersebut merupakan nikmat yang sangat besar dari Allah.”

Ibn Katsir dalam kitab tafsirnya menjelaskan:
وَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ [إِنَّ] الْمُرَادَ بِهَذَا أَنَّهُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، ضَلَّ فِي شِعَابِ مَكَّةَ وَهُوَ صَغِيرٌ، ثُمَّ رَجَعَ. وَقِيلَ: إِنَّهُ ضَلَّ وَهُوَ مَعَ عَمِّهِ فِي طَرِيقِ الشَّامِ، وَكَانَ رَاكِبًا نَاقَةً فِي اللَّيْلِ، فَجَاءَ إِبْلِيسُ يَعْدِلُ بِهَا عَنِ الطَّرِيقِ، فَجَاءَ جِبْرِيلُ، فَنَفَخَ إِبْلِيسَ نَفْخَةً ذَهَبَ مِنْهَا إِلَى الْحَبَشَةِ، ثُمَّ عَدَلَ بالراحلة إلى الطريق. حكاهما البغوي
“Di antara ulama ada yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah sesungguhnya Nabi Saw. pernah tersesat di lereng-lereng pegunungan Mekah saat ia masih kecil, kemudian ia dapat pulang kembali ke rumahnya. Menurut pendapat yang lain, sesungguhnya ia pernah tersesat bersama pamannya di tengah jalan menuju ke negeri Syam. Saat itu Nabi Saw. mengendarai unta di malam yang gelap, lalu datanglah iblis yang menyesatkannya dari jalur jalannya. Maka datanglah Malaikat Jibril yang langsung meniup iblis hingga terpental jauh sampai ke negeri Habsyah. Kemudian Jibril meluruskan kembali kendaraan Nabi Saw. ke jalur yang dituju. Kedua kisah ini diriwayatkan dari al-Bahgawi.”

Ibn Katsir menerangkan kata dhall itu dalam konteks nyasar atau tersesat dalam perjalanan. Bukan tersesat dalam arti tauhid ataupun kesalahan lainnya.

Biar komplit saya kutip di bawah ini dari Imam Mawardi dalam kitab tafsirnya an-Nukat wal ‘Uyun:
}وَوَجَدَكَ ضالاًّ فَهَدَى } فيه تسعة تأويلات:
أحدها: وجدك لا تعرف الحق فهداك إليه، قاله ابن عيسى.
الثاني: ووجدك ضالاً عن النبوة فهداك إليها، قاله الطبري.
الثالث: ووجد قومك في ضلال فهداك إلى إرشادهم، وهذا معنى قول السدي.
الرابع: ووجدك ضالاً عن الهجرة فهداك إليها.
الخامس: ووجدك ناسياً فأذكرك، كما قال تعالى: { أن تَضِل إحداهما {.
السادس: ووجدك طالباً القبلة فهداك إليها، ويكون الضلال بمعنى الطلب، لأن الضال طالب.
السابع: ووجدك متحيراً في بيان من نزل عليك فهداك إليه، فيكون الضلال بمعنى التحير، لأن الضال متحير.
الثامن: ووجدك ضائعاً في قومك فهداك إليه، ويكون الضلال بمعنى الضياع، لأن الضال ضائع.
التاسع: ووجدك محباً للهداية فهداك إليها، ويكون الضلال بمعنى المحبة، ومنه قوله تعالى: { قالوا تاللَّه إنك لفي ضلالك القديم } أي في محبتك
Beliau menjelaskan ada sembilan makna ayat ini, yaitu dalam konteks ketidakmengertian akan al-haq (kebenaran), masalah kenabian, kaum jahiliyah, hijrah, lupa, mencari qiblat, ayat yang diturunkan, kesempitan/kehilangan urusan umat, bahkan ada pula yang memaknainya dengan menyenangi petunjuk, maka diberilah petunjuk.
Dari penjelasan di atas tidak ada ulama yang mengatakan Nabi Muhammad itu lahir dalam keadaan sesat. Tidak ada pula ulama yang mengatakan beliau sesat sebelum diangkat menjadi Nabi. Justru sekian banyak riwayat mengatakan sejak kecil beliau dijaga Allah untuk tidak pernah menyembah berhala.
Pertanyaannya: kalau kaum jahiliyah di sekitar beliau saat itu menyembah berhala, lantas apa yang dilakukan oleh beliau sebelum diangkat sebagai Rasul?
Imam Alusi dalam kitab Tafsir Ruh al-Ma’ani menjelaskan bahwa sebelum diangkat menjadi Nabi, Muhammad bin Abdullah mengikuti agama yang hanif, yang berasal dari ajaran Nabi Ibrahim.
Begitu pula Ibn Hajar dalam kitab Fathul Bari saat menjelaskan riwayat “Aku diutus dengan agama yang hanif dan samhah” beloau menulis:
قال رسول الله صلي الله عليه و سلم : بعثت بالحنيفية السمحة, الحنيفية :أي ملة ابراهيمية, والحنيف المائل عن الباطل وسمي ابراهيم عليه السلام حنيفا لأنه مال عن عبادة الأوثان. السمحة: السهلة والملة السمحة هي الملة التي لا حرج فيها ولا تضييق علي الناس وهي الملة الاسلام ,جمع بين حنيفية و كونها سمحة فهي حنيفية في التوحيد سهلة في العمل. انتهي الوجيز في قواعد الفقه الكلية د. طلعت عبد الغفار حجاج جامعة الأزهر كلية الدراسات الاسلامية والعربية للبنات
“al-Hanifiyah yaitu Millah Ibrahim, dan Hanif (lurus) yang menyimpang dari kebatilan dan dinamakan Ibrahim As sebagai seorang yang Hanif kerana beliau tidak menyembah berhala. As-samhah, yaitu mudah dan jalan (agama) yang mudah. Maknanya jalan (agama) yang tiada kepayahan padanya dan tiada kesempitan pula kepada manusia untuk mengamalkannya dan itu adalah millah (agama) Islam, dihimpunkan di antara hanifiyah dan samhah karena lurus pada Tauhid dan mudah dalam hal pengamalan.”
Jadi jelaslah bahwa Muhammad bin Abdullah itu bukan orang sesat dan tidak mengikuti kepercayaan kaum jahiliyah saat beliau belum menjadi Nabi.
Lantas apakah Nabi Muhammad itu pernah melakukan dosa saat sebelum diangkat menjadi Nabi?

Mari kita simak penjelasan kitab Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah:
وَالأْنْبِيَاءُ مَحْفُوظُونَ بَعْدَ النُّبُوَّةِ مِنَ الذُّنُوبِ الظَّاهِرَةِ كَالْكَذِبِ وَنَحْوِهِ، وَالذُّنُوبِ الْبَاطِنَةِ، كَالْحَسَدِ وَالْكِبْرِ وَالرِّيَاءِ وَالسُّمْعَةِ وَغَيْرِ ذَلِكَ
Setelah diangkat menjadi Nabi, Para Nabi itu terjaga dari dosa yang lahiriah seperti berbohong dan sejenisnya, maupun dosa batiniah seperti dengki, sombong, riya’, dan lainnya.
أَمَّا عِصْمَتُهُم قَبْل النُّبُوَّةِ فَقَدِ اخْتُلِفَ فِيهَا، فَمَنَعَهَا قَوْمٌ، وَجَوَّزَهَا آخَرُونَ، وَالصَّحِيحُ تَنْزِيهُهُمْ مِنْ كُل عَيْبٍ؛
“Adapun kema’shuman sebelum kenabian maka terdapat perbedaan pandangan di kalangan ulama; ada sebagian yang menolaknya dan ada pula yang membolehkannya. Yang benar itu adalah mereka (maksudnya para Nabi sebelum menjadi Nabi) itu dibersihkan dari semua aib/cela.”

Itulah sebabnya Nabi Muhammad sejak mudanya sudah dikenal dengan sebutan al-Amin (orang yang terpercaya) karena track recordnya sebagai pribadi yang jujur dan mulia dikenal luas saat itu.
Karena memahami QS ad-Duha hanya lewat arti harfiah terjemahan saja, tanpa menyempatkan diri membuka kitab tafsir dan literatur lainnya, sang Ustaz semakin parah membangun narasinya dengan menyerang perayaan maulid, dengan gaya sinisnya. Seolah dia memakai logika: kalau saat lahir Muhammad itu dalam keadaan sesat, mengapa kelahirannya itu hendak diperingati? Apanya yang mau diperingati?
Narasi yang coba dibangunnya menjadi berantakan karena asumsinya sudah keliru. Ayat yang dia kutip ternyata menurut para ulama tafsir tidak mengatakan Muhammad itu sesat. Kalau Muhammad itu sebelumnya sesat, nanti ada yang bertanya orang sesat kok jadi Nabi? Piye to jal? Mikirrrr.
Dulu ada yang mengatakan bahwa Nabi gagal mewujudkan Islam yang rahmatan lil alamin semasa hidupnya, hanya karena ingin membangun narasi mendukung khilafah. Sekarang sejak lahir Nabi dibilang sesat, hanya karena hendak menyerang peringatan maulid.

Duh, Gusti.....
Kenapa justru para Ustaz mencela Nabi-Mu....
Mohon Engkau mengampuni kami semua.
Nastaghfirullah wa natubu ilayk.

Tabik,
Nadirsyah Hosen
Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australia - New Zealand
dan Dosen Senior Monash Law School



Tidak ada komentar:

Posting Komentar