Jumat, 03 November 2017

Bulan Shofar, Antara Anggapan Bulan Sial dengan Kearifan Lokal

Ma’asyirol Muslimin Rohimakumullah
(diisi muqoddimah dan wasiat taqwa)

Jamaah Jum’ah yang Dirahmati Allah
Shafar adalah bulan kedua dalam kalender Hijriyah setelah Muharram. Shafar diartikan sebagai kosong (shifr) atau kuning (ashfar). disebut kosong (shifr) karena masyarakat Arab pada zaman dahulu meninggalkan rumah-rumah mereka untuk berperang sehingga menjadi kosong.
Ada sebagian masyarakat Indonesia yang menganggap bahwa bulan shafar merupakan bulan sial, bulan mala petaka dan bulan bala bencana. Anggapan sebagian masyarakat ini diperkuat dengan tidak melakukan kegiatan seperti resepsi pernikahan begitu juga sunatan ataupun melakukan perjalanan jauh, karena khawatir terjadi sial atau kecelakaan.
Pada dasarnya hari dan bulan dalam satu tahun adalah sama. Tidak ada hari atau bulan tertentu yang membahayakan atau membawa kesialan. Keselamatan dan kesialan hakekatnya hanya kembali kepada ketentuan taqdir Allah, seperti kalimat yang sering dibaca setelah doa dalam tahlilan, bilqodari khoirihi wasyarrihi minallohi ta’ala.

Ma’asyirol Muslimin Rohimakumullah
Islam mengutus Nabi SAW sebagai pembawa rahmat agar kehidupan manusia dan alam tetap harmonis. Allah menjadikan manusia sebagai khalifah dimuka bumi agar mau merawat dan melestarikan bumi demi kelangsungan kehidupan manusia itu sendiri. Kearifan lokal berupa istilah pantangan berupa pamali/ora ilok, hakekatnya berupa peringatan/nasehat (at-targhib wat-tarhib), demi keselamatan manusia itu sendiri.
Banyak yang menganggap bahwa istilah pamali/ora ilok itu tidak ada dalilnya? Yang perlu dipahami adalah bahwa tidak semuanya harus pake dalil, sedikit sedikit minta dalil-minta dalil.
Menjaga/merawat istilah pamali/ora ilok di masyarakat adalah sebagai wujud kearifan dalam menjalani kehidupan, tentunya arti dan nilai dari istilah pamali/ora ilok itu sangat besar dan bermanfaat. Dan memberikan manfaat baik kepada diri pribadi ataupun kepada orang lain selaras dengan Sabda Nabi yang berbunyi خير الناس انفعهم للناس
Contoh pamali dizaman modern ini adalah ketika seseorang naik motor (pantangan kalau tidak memakai helem SNI, bawa SIM dan STNK), hakekatnya ialah untuk keselamatan diri si pengendara itu sendiri, ketika terjatuh atau ketika ada razia yang dilakukan oleh Polisi. Yang namanya menjaga keselamatan itu hukumnya wajib, sebagaimana salah satu dasar agama Islam adalah Hifdun Nafs (menjaga keselamatan jiwa)

Jamaah Jum’ah yang Dirahmati Allah
Di akhir bulan Shafar ini, masyarakat Jawa mengenal istilah Rabu Wekasan, di masyarakat Aceh menyebutnya Rabu Habeh atau di Cirebon menyebutnya dengan Ngirab. Hakekatnya berdoa kepada Alloh, berharap semoga penyakit yang Allah berikan, tidak ke kita, semoga bencana/musibah yang Allah takdirkan tidak menimpa kepada kita.
Banyak penyakit menular, malah orang-orang disampingnya tidak tertular, contohnya dirumah sakit yang menangani penyakit menular, misalnya Tuberkulosis (TBC), Cacar Air, Tifus, dan Campak. Dokter, perawat dan orang yang menemani tidak tertular penyakit dari pasien tersebut. ada penyakit yang tidak menular, tapi banyak yang mendapati (terkena) penyakit tersebut, (seakan-akan penyakit tersebut menular) misalnya penyakit diabetes, hipertensi, rematik dan stroke.
Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda, لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ وَلاَ هَامَةَ وَلاَ صَفَرَ
"Tidak ada wabah (yang menyebar dengan sendirinya tanpa kehendak Allah), tidak pula ramalan sial, tidak pula burung hantu dan juga tidak ada kesialan pada bulan Shafar... " (H.R.Imam al-Bukhari dan Muslim). Hadits tersebut meluruskan I’tiqod orang jahiliyah, mereka berkeyakinan bahwa penyakit itu menular dengan sendirinya, tanpa bersandar pada ketentuan taqdir Ilahiyah. “jika onta yang sehat terkena penyakir kudis dari onta yang sudah kudisan, onta yang kudisan berasal dari onta-onta yang lain, kemudian siapa yang menularkan penyakit kudis pada onta yang pertama kali terkena penyakit kudisan?

Ma’asyirol Muslimin Rohimakumullah
Sakit atau sehat, musibah atau selamat, semua kembali kepada kehendak Allah penguasa dunia dan akhirat. Penularan penyakit dan musibah yang menimpa seseorang, bukan karena bulan Shafar atau bulan lainnya, melainkan hanyalah sebuah sarana berjalannya takdir/ketetapan Allah. walaupun kesemuanya kembali kepada Allah, tetapi manusia tetap harus ikhtiar atau berusaha untuk bisa sehat dan selamat, kita harus pandai-pandai mencari hikmah dibalik suatu peristiwa, agar terhindar dari berbagai musibah, dan sebaik-baik tindakan ketika mendapat musibah adalah mengucapkan Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar