Rabu, 15 Mei 2013

Aqidah+Syari'at+Haqiqat= Iman+Islam+Ihsan= Jalan Menuju Allah SWT


Jalan menuju Alloh Ta’ala ada tiga, yaitu: syari’at, Thoriqot dan Haqiqot.
1.      Syari’at
اَلشَّرِيْعَةُ هِيَ اْلأَخْذُ وَاْلإِتِّـبَاعُ لِدِيْنِ اللهِ تَعَالَى وَاْلإِمْتِثَالُ لِلْمَأْمُوْرَاتِ وَاْلإِجِتِنَابُ عَنِ الْمَنْهِيَاتِ
“Syari’at adalah mengambil (melaksanakan) dan mengikuti agama Alloh swt. Dengan menjalankan perintah-perintahnya dan menjauhi semua larangan-larangan.”
2.      Thoriqot
اَلطَّرِيْقَةُ هِيَ اْلأَخْذُ بِاْلأَحْوَطِ فِيْ سَآئِرِ اْلأَعْـمَالِ
“Thoriqoh adalah mengambil (melaksanakan) agama dengan sangat waspada dan berhati-hati didalam semua amal perbuatan.”
Diantara sikap sangat waspada dan berhati-hati dalam menjalankan agama adalah sifat Waro’ dan ‘Azimah seperti Riyadloh. (a).Waro, menurut Imam Abul Qosim al-Qusyairi, waro’ adalah meninggalkan hal-hal yang bersifat syubhat (sesuatu ysng belum jelas sifat kehalalannya). (b). ‘Azimah, menurut bahasa adalah tujuan yang kuat, bersungguh-sungguh dan sabar atas masalah yang berat menurut nafsu yang bertentangan dengan hawa nafsunya. Contonhnya dengan Riyadloh, riyadloh adalah mendorong nafsu untuk dituntut aklaq budi yang bagus, seperti terjaga diwaktu malam hari, mampu menahan lapar, zuhud, jujur, ‘uzlah, meninggalkan barang yang diingini nafsu dan lain-lain yaitu semua sifat dan prilaku yang bisa mendekatkan diri kepada Alloh swt.
قَالَ الْحَسَنُ الْقَزَازِ: بُنِيَ هَذَا اْلأَمْرُ عَلَى ثَلاَثَةِ أَشْيَآءَ, أَنْ لاَ تَـأْكُلَ إِلاَّ عِنْدَ الْفَاقَةِ, وَلاَ تَـنَامَ إِلاَّ عِنْدَ الْغَلَبَةِ, وَلاَ تَتَكَلَّمَ إِلاَّ عِنْدَ الضَّرُوْرَةِ.
Al-Hasan Al-Qozaz berkata: “Perkara ini (riyadloh) dibangun atas tiga perkara:
1)      Janganlah kamu makan kecuali saat kekurangan (sangat lapar).
2)      Janganlah kamu tidur kecuali saat rasa kantuk mengalahkanmu.
3)      Janganlah kamu berbicara kecuali saat terpaksa.”
3.      Haqiqot
اَلْحَقِيْقَةُ هِيَ وُصُوْلُ السَّالِكِ لِلْمَقْصُوْدِ وَهُوَ مَعْرِفَةُ اللهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَـالَى وَمُشَاهَدَةُ نُوْرِ التَّجَلِّىّ.
”Haqiqot adalah telah sampai bagi salik (orang yang berjalan menuju Alloh Ta’ala) kepada yang dimaksud yaitu Ma’rifatulloh dan menyaksikan Nur Tajalli.”
Menurut Imam Ghozali: “Tajalli adalah nur dari sesuatu yang ghoib yang dibukakan di dalam hati.”

Ulama Ahli Tashowuf mengumpamakan syari’at laksana perahu, thoriqot laksana laut dan haqiqot laksana mutiara yang bernilai tinggi. Syari’at diumpamakan laksana perahu sebab syari’at itu merupakan sarana untuk keselamatan dari kerusakan dala mencapai tujuan. Thoriqot diumpamakan seperti laut, sebab laut merupakan tempat mutiara yang dimaksud. Haqiqot diumpamakan seperti mutiara yang mahal dan bernilai tinggi, artinya mutiara itu tidak mungkin didapatkan kecuali didalam laut. Orang tidak akan sampai ke tengah laut kecuali dengan menggunakan perahu, maka untuk memperoleh mutiara yang mahal itu tidak mungkin, kecuali dengan:
a.       Menggunakan perahu
b.      Mencari ke dala laut.
Begitu pula Haqiqot tidak akan diperoleh kecuali dengan menggunakan:
a.       Syari’at
b.      Thoriqot.
Perumpamaan tersebut dikatakan oleh Syaikh Zainudin bin Ali al-Ma’bari dalam kitabnya Hidayatul Adz-kiya’.
                     فَشَرِيْعَةٌ كَسَفِيْـنَةِ وَطَرِيْقَةٌ * كَالْبَحْرِ ثُمَّ حَقِيْقَةٌ دُرٌّ غَلاَ
Maka syari’at itu laksana perahu dan thoriqot laksana laut, kemudian haqiqot laksana mutiara yang mahal.
Sedangkan sebagian ‘Ulama’ ahli tashouf yang lain menupamakan syari’at, thoriqot dan haqiqot seperti buah pala. Syari’at laksana kulitnya, thoriqot laksana isinya dan haqiqot laksana minyaknya. Seseorang tidak akan memperoleh minyaknya kecuali setelah memperoleh isinya, dan ia tidak dapat memperoleh isinya kecuali setelah memecah kulitnya.

*KH. Moch. Djammaluddin Achmad, Jalan Menuju Alloh, Pustaka Muhibbien Jombang, 2006.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar