Selasa, 10 Oktober 2017

Hikmah Dibalik Ibadah Yang Pelaksanaannya Terikat Waktu Dan Yang Tidak

Sebagaimana lumrah, ibadah lillah terbagi dua: wajib & sunah.
Ibadah wajib pelaksanaannya terikat waktu, semisal shalat & puasa fardhu. Ibadah sunah juga ada yang terikat waktu (Shalat Dhuha & Tahajjut). Tapi ada yang tak terikat, semisal shalat sunah atau puasa muthlak.

Mengapakah ragam ibadah harus diikat waktu tertentu? Apakah hikmah ilahi dibaliknya? Yuk kita bahas bersama, sambil santai yah tweeps! Semua berawal dari takdir manusia yang diciptakan lemah oleh Allah. Allah Maha Tahu kemampuan fisik manusia, maka Dia tak ingin membebani.
Seandainya ibadah wajib lima shalat fardhu tidak dibatasi waktu, maka sifat manusiawi yang suka menunda, akan merobohkan dinding istikamah. Menunda (تسويف) dalam tradisi kita, lebih banyak disebabkan oleh rasa malas. Ini adalah problem lumrah yang dialami setiap manusia normal. Maka, dalam sehari-semalam yang panjang dengan ikatan ibadah di waktu khusus, Anda bisa mempersiapkan spirit beribadah sejak awal. Positifnya lagi, Allah berkehendak menjadwal pelaksanaan ibadah fardhu menjadi bagian-bagian terpisah, sesuai perjalanan waktu sehari-semalam. Shalat Subuh yang dilakukan dini hari, dipisah durasi pagi. Baru dilanjut ke siang harinya Shalat Dzuhur. Begitu pula shalat-shalat setelahnya.
Dengan adanya jeda waktu yang cukup antara satu shalat dengan shalat berikutnya, Anda dapat beraktivitas secara normal dalam keseharian. Anda juga akan terhindar dari jeratan malas yang datang tiba-tiba. Dengan begitu, Anda punya waktu rehat yang cukup untuk persiapan beribadah. Meski demikian, ada saja muslim yang menunda pelaksanaan shalat hingga akhir waktu, bahkan hingga jam yang tidak ditolerir syariat (tahrim). Maka, jeda waktu diantara dua pelaksanaan shalat, bisa jadi berkah bagi yang udzur. Tapi juga merupakan petaka bagi yang suka lalai. Begitu pula dengan hikmah durasi waktu dalam kewajiban mengeluarkan Zakat, berkurban di hari raya Idul Adha & berpuasa di bulan Ramadhan.
Adapun hikmah shalat sunah muthlak tidak terbatas waktu, ialah agar nampak manakah hamba Allah yang senang beribadah & manakah yang tidak! Sebab definisi hukum "sunah" saja tidak terlalu ngefek: jika dilakukan dapat pahala; tidak dilakukan tidak berdosa. Seakan tidak ada beban.
Tapi ini tidak berlaku bagi waliyullah yang hatinya rindu. Ibadah sunah adalah momen terindah bermunajat kepada Allah. Nikmatnya luar biasa. Jika dalam persepsi muslim awam nikmat ketaatan ada saat ibadah wajib; maka bagi waliyullah setiap detik adalah waktu ternikmat beribadah.
Dalam Hadis Qudsi disebutkan, Allah justru lebih senang pada hamba-Nya yang gemar memperbanyak beribadah sunah dalam kesehariannya. Ketimbang yang mementingkan fardhu tapi mengabaikan sunah:
....وَلَا يَزَالُ عَبْدِيْ يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ...
Sebab, adakalanya muslim giat beribadah fardhu karena ingin limpahan pahala surga atau takut siksaan neraka. Tipe ibadah yang berbalas.
Sedang ibadah sunah lebih disebabkan karena kecintaan hati hamba pada tuhannya. Maka tak ada batas waktu yang menghalangi hubungan keduanya.
Ini hanya sebagian dari hikmah ilahi dalam ibadah. Semoga saja bisa membuka hati kita semua

Tidak ada komentar:

Posting Komentar